Korban Gempa Cianjur 268 Jiwa, Ini Sejarah Gempa Merusak di Cianjur-Sukabumi
Korban Gempa Cianjur 268 Jiwa, Ini Sejarah Gempa Merusak di Cianjur-Sukabumi
TEMPO.CO, Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan pembaruan terhadap data korban gempa Cianjur yang terjadi pada hari Senin, 21 November 2022. Data sementara hingga Selasa, 22 November 2022, pukul 17.00 WIB, jumlah korban meninggal dunia mencapai 268 jiwa, 122 sudah teridentifikasi.
Selain itu, 151 jiwa dalam pencarian, 1.083 jiwa luka-luka, dan 58.362 jiwa mengungsi. Gempa 5,6 Magnitudo berdampak pada 12 kecamatan, sebanyak 6.570 rumah rusak ringan, 2.071 rusak sedang dan 12.641 rusak berat. Data terbaru lainnya, hingga pukul 17.00 WIB telah terjadi 145 gempa susulan.
Plt. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengungkap sejarah gempa di jalur Sukabumi-Cianjur. “Ini sebaran sejarah gempa merusak di Cianjur-Sukabumi,” cuitnya pada media sosial pribadi.
Terlihat pada data, untuk tahun 1879 tidak terdapat tanggal kejadian. Selain itu, masih di tahun sama hingga 1973, tidak terdapat spesifikasi kerusakan bangunan, korban jiwa ataupun yang terluka.
Waktu | Keterangan |
1879 | Merusak |
14 Januari 1900 | Merusak |
21 Januari 1912 | Merusak |
2 November 1969 | Merusak |
26 November 1973 | Merusak |
10 Februari 1982 | Merusak, 7 luka |
12 Juli 2000 | 1.900 rumah rusak |
12 Juni 2011 | 136 rumah rusak |
4 Juni 2012 | 104 rumah rusak |
8 September 2012 | 560 rumah rusak |
11 Maret 2020 | 760 rumah rusak |
Daryono menjelaskan gempa Cianjur merupakan jenis gempa tektonik kerak dangkal atau shallow crustal earthquake yang dipicu aktivitas sesar aktif pada zona sistem Sesar Cimandiri. Sesar Cimandiri terdiri atas tiga segmen sesar aktif, yaitu segmen Cimandiri di selatan, segmen Nyalindung-Cibeber di tengah dan segmen Rajamandala di utara.
Ia juga menjelaskan alasan magnitudo sebesar 5,6 namun begitu berdampak besar hingga banyak korban jiwa, terluka dan bangunan yang roboh. “Pertama karena kedalaman gempa yang dangkal,” tulisnya.
Faktor kedua karena struktur bangunan yang tidak memenuhi standar aman gempa. Hal terakhir adalah lokasi pemukiman berada di tanah lunak atau local site effect-efek tapak dan perbukitan.