Pengusaha Batu Bara Resah dengan Kewajiban Pakai Kapal RI
NAGALIGA– Asosiasi Pengusaha Batu bara Indonesia (APBI) khawatir dengan peraturan pemerintah perihal kewajiban menggunakan jasa kapal nasional dalam mengekspor batu bara. Pasalnya, sampai saat ini belum ada aturan jelas soal kewajiban tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan belum adanya kepastian tentang kapan aturan tersebut berlaku akan membuat para pembeli batubara kesulitan dalam mempersiapkan penyewaan kapal untuk ekspor batu bara.
“Kami menunggu aturan pasti dari Kementerian Perdagangan. Tapi harapan kita perlu kepastian cepat. karena buyer-buyer luar udah beri informasi perlu kepastian cepat. Untuk membuat perencanaan untuk nominasi kapal, buat kontrak,” saat diwawancarai .Menurut Hendra, untuk proses nominasi kapal sendiri diperlukan waktu selama satu sampai dengan dua bulan. Sementara itu, kontrak pengapalan yang sudah dilakukan pun memiliki tenggat waktu yang seharusnya sebelum akhir tahun dilakukan.
Hendra pun mengatakan apabila tidak ditangani dengan cepat, maka kebijakan tersebut akan berpengaruh negatif kepada kegiatan ekspor batubara.”Kontrak shipment ada banyak, jadi harusnya akhir tahun ini harusnya ada. Makanya ada berapa buyer ada limit awal tahun harus ada kejelasan. Intinya buyers perlu kepastian lebih awal,” ungkapnya.
Sebelumnya, kebijakan tentang penggunaan Kapal nasional sendiri telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 80 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 82 tahun 2017 Ketentuan Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu.
Terdapat tiga jenis barang yang dikenai kewajiban tersebut, yakni batu bara, CPO (minyak kelapa sawit) dan impor beras.
Awalnya, kebijakan tersebut akan diterapkan 1 Mei 2018. Namun para pelaku usaha meminta kelonggaran, Untuk menunggu kesiapan kapal dan asuransi sehingga pelaksanaan kewajiban penggunaan kapal nasional ditunda hingga 1 Mei 2020.
“Ya takutnya Kalo ini belum diselesaikan, bisa saja ada buyer yang beralih produser ke negara lain. Bukan hanya Australia tapi juga Russia,” tuturnya.
Sementara itu, Kasubdit Sistem Pembiayaan dan Pembayaran kementerian Perdagangan Eko Fabriyana mengaku pihaknya saat ini tengah berdiskusi dengan pihak terkait aturan penggunaan kapal nasional.
“Kami belum tahu nanti aturannya Permendag sebelumnya direvisi atau tidak, atau bentuk petunjuk teknis,” ujarnya.
Sehingga, pihak Kemendag sendiri belum dapat memastikan kapan aturan penggunaan kapal nasional tersebut diberlakukan.
“Saat ini belum ada aturan yang baru. Di sisa waktu itu ini kami bahas. Jadi kapan waktunya, saya enggak bisa jawab,” ucapnya.
Kendati demikian, Eko menjelaskan bahwa kapal yang dapat digunakan bukan kapal yang berbendera Indonesia, seperti yang disangka oleh beberapa pihak, namun, kapal yang dikuasai perusahaan angkutan dari Indonesia. Seperti halnya, perusahaan yang melakukan joint venture ataupun merger dengan perusahaan Indonesia.
“Kami tak membatasi kapal berbendera Indonesia karena kami kolaborasi dengan asing, mereka bisa kolaborasi dengan angkutan laut Indonesia. Tujuannya baik meningkatkan kemampuan kita,” pungkasnya.