Jokowi Sebut Status 77,37 Juta Ha Lahan Masih Tumpang Tindih
NAGALIGA — Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan 77,3 juta hektare (ha) atau 40,6 persen lahan di Indonesia pemanfaatannya masih tumpang tindih satu sama lain. Ini terjadi di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.
Ia menyatakan status yang tumpang tindih ini kerap menimbulkan sengketa di lapangan. Alhasil, kepastian hukum bagi pengusaha ikut terganggu karena persoalan tersebut.
“Ini menjadi pekerjaan rumah bersama dan tumpang tindih itu telah menimbulkan yang namanya sengketa lahan serta tidak memberikan kepastian hukum dalam berusaha di negara ini. Makanya, saya minta hal ini segera diselesaikan,” ungkap Jokowi, Kamis (6/2).
Untuk itu, ia memerintahkan seluruh kementerian/lembaga (K/L) gotong-royong menyelesaikan kompilasi seluruh peta tematik. Sejauh ini, pemerintah baru berhasil menggabungkan 84 peta tematik dari target 85 peta tematik.
“Tinggal satu peta tematik terkait dengan peta batas administrasi desa atau kelurahan yang ditargetkan selesai pada Desember 2020,” terang Jokowi.
Kompilasi ini merupakan bagian dari kebijakan satu peta (one map policy). Setelah seluruh peta tematik digabungkan, pemerintah akan fokus mengidentifikasi masalah tumpang tindih antar informasi geospasial tematik yang terjadi di berbagai daerah.
“Makanya saya minta informasi geospasial yang telah dihasilkan dari kebijakan satu peta ini bisa diakses dalam satu geoportal,” ucap Jokowi.
Dengan satu geoportal, sambung Jokowi, masing-masing K/L dan pemerintah daerah bisa memperoleh informasi dari satu basis data yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika ini terwujud, diharapkan tak ada lagi perbedaan data antara satu kementerian dengan kementerian lainnya.
“Saya juga ingin mengingatkan kementerian dan lembaga, lalu pemerintah daerah agar segera memanfaatkan satu data spasial ini sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan,” tutur Jokowi.
Sebagai informasi, pemerintah resmi meluncurkan geoportal kebijakan satu peta pada akhir 2018 lalu. Jokowi saat itu menegaskan tak mau lagi mendengar masalah tumpang tindih yang menjadi biang kerok kendala pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Sebelumnya, setiap kementerian dan lembaga memiliki peta masing-masing. Hanya saja, peta tersebut tidak pernah diintegrasikan satu sama lain sehingga menghambat proses percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.