IHSG Naik 0,68% Sepekan, Berikut Sentimen Positif dan Negatifnya
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 0,67% ke level 7.002,53 pada perdagangan Jumat (25/3). Meskipun begitu, dalam sepekan, IHSG masih mencatat kenaikan 0,68% dibandingkan level penutupan akhir pekan lalu yang berada di 6.954,97.
Ada tiga sektor saham yang paling menopang penguatan IHSG. Tiga sektor tersebut adalah sektor transportasi & logistik yang naik 4,7%, sektor bahan baku bergerak positif 3,7%, dan sektor energi terkerek 3,7%.
Analis Indo Premier Sekuritas Mino mengatakan, pada pekan ini, ada sejumlah sentimen positif maupun negatif yang memengaruhi pergerakan IHSG. Katalis positif pertama berasal dari keputusan pemerintah yang memperbolehkan mudik Lebaran.
Kebijakan ini diharapkan dapat berdampak positif terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia. Katalis positif lainnya juga berasal dari kenaikan harga beberapa komoditas, khususnya minyak mentah, mineral, dan logam.
Lebih lanjut, aksi beli investor asing juga menjadi penopang pergerakan IHSG. Dalam sepakan, investor asing membukukan net buy senilai Rp 4,02 triliun di seluruh pasar sehingga net buy asing secara year to date mencapai Rp 28,69 triliun.
Menurut Mino, dalam sepekan, asing banyak masuk ke saham sektor perbankan big caps, telekomunikasi, otomotif, dan tambang mineral logam. “Hal tersebut dipicu oleh optimisme atas pemulihan ekonomi di Indonesia, sentimen menjelang musim puasa dan Lebaran, serta kenaikan harga komoditas mineral logam,” tutur Mino kepada Kontan.co.id, Jumat (25/3).
Di sisi lain, sentimen negatif yang menjadi penekan pergerakan IHSG berkaitan dengan kekhawatiran investor atas kenaikan biaya produksi emiten barang konsumsi seiring dengan peningkatan harga komoditas. Faktor pemberat lainnya juga berasal dari pembagian dividen emiten perbankan yang sudah mencapai ex date.
Untuk pekan depan, Mino memprediksi, IHSG masih akan menguat dengan support di 6.925 dan resistance di 7.070. “Sentimen pekan depan berasal dari rilisnya beberapa data ekonomi seperti inflasi dan manufaktur Indonesia, pergerakan harga komoditas, dan data nonfarm payroll,” ucap Mino.