Airlangga: Parpol Minta Profesional Dilibatkan di Omnibus Law
NAGALIGA — Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan sejumlah partai politik (parpol) meminta agar sosialisasi RUU Omnibus Law Cipta Kerja dilakukan lebih intensif dan melibatkan kalangan profesional.
Hal ini diungkapkan oleh Airlangga usai bertemu dengan sejumlah pimpinan partai politik dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor Presiden, Jumat (6/3).
“Yang diberikan catatan terkait sosialisasi. [Sosialisasi] ini agar dilakukan lebih intensif dan melibatkan kalangan profesional,” ucap Airlangga.
Menurut Airlangga, seluruh partai politik siap membahas RUU Cipta Kerja setelah masa reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selesai pada 22 Maret 2020. Nantinya, masing-masing partai politik akan memberikan masukan terkait rancangan aturan itu dalam daftar inventarisasi masalah (DIM).
“Seluruh partai, baik yang koalisi maupun yang di luar koalisi, itu seluruhnya siap melakukan pembahasan dan akan memberikan usulan yang konstruktif,” jelas Airlangga.
Terpisah, Sekretaris Jenderal PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut pihaknya mendukung diskusi dengan kalangan yang kritis terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Partai melihat positif niat baik Presiden Jokowi di dalam merancang kebijakan legislasi terintegrasi untuk cipta kerja. Namun, dialog dengan mereka yang kritis tetap harus dilakukan,” ujar Hasto, dikutip dari Antara, Sabtu (7/3).
Pihaknya juga memberikan dukungan atas RUU Cipta Kerja sebagai landasan seluruh kebijakan di dalam menjalankan perintah pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Bahwa, tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Namun demikian, lanjut Hasto, kajian dalam perspektif ideologis harus tetap dilakukan agar nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan upaya membangun kedaulatan ekonomi negara benar-benar menjadi landasan ideologis.
“Pembahasan RUU tersebut jangan menjadi ajang bagi liberalisasi perekonomian yang bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945. Keadilan dalam bidang perekonomian bersifat wajib,” tutur dia.
Salah satu demo buruh menentang Omnibus Law, di depan Gedung DPR. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
|
Diketahui, draf RUU Cipta Kerja telah diserahkan pemerintah kepada DPR pada Rabu (12/2) lalu.
Meskipun belum masuk pembahasan, tapi sudah mendapatkan kritik keras dari buruh, salah satunya Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Mereka menolak draf RUU Cipta Kerja karena ada beberapa perubahan yang dianggap merugikan buruh. Salah satunya perhitungan upah minimum.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan dalam draf RUU Ciptaker tak lagi diatur soal upah minimum kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Dengan demikian, penentuan upah minimum hanya berdasarkan upah minimum provinsi (UMP).
Selain itu, pemerintah juga mengubah formula perhitungan upah minimum dengan menghapus indikator inflasi. Penentuan upah minimum selanjutnya hanya berdasarkan pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
Namun, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah mengingatkan buruh bahwa draf omnibus law RUU Cipta Kerja belum final. Pemerintah masih membuka ruang diskusi bersama seluruh pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja.