Moody’s Sebut Perbankan RI Miliki Ketahanan Meski Kredit Lesu
NAGALIGA– Lembaga keuangan internasional Moody’s Investor Service (Moody’s) menyatakan sektor perbankan Indonesia masih memiliki ketahanan (resiliensi) di tengah tantangan ekonomi global.
Analyst Financial Institutions Group Tengfu Li mengatakan Moody’s telah melakukan simulasi krisis (stress test) internal untuk sektor perbankan Indonesia. Hasilnya, menyebutkan perbankan Indonesia tergolong masih tahan banting.
“Kami juga melakukan stress test, hasilnya mereka akan tetap sangat kuat di bawah skenario stress test kami,” katanya, Rabu (4/12).
Ia menjelaskan kekuatan perbankan Indonesia adalah tingkat margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) posisi NIM ada di level 4,9 persen pada Agustus 2019.
Di samping itu, ia bilang perbankan Indonesia memiliki peluang untuk melakukan efisiensi ke depan melalui digitalisasi. Lewat digitalisasi perbankan dapat mendongkrak pendapatan non bunga atau fee based income. Dengan kenaikan fee based income, maka NIM pun akan terkerek naik.
“Kami masih tetap optimistis terhadap sistem perbankan secara keseluruhan. Bank-bank Indonesia tetap memiliki modal yang sangat baik, bahkan jika dibandingkan dengan perbankan di regional, bank di Indonesia memiliki rasio modal tertinggi,” ucapnya.
Namun demikian, ia tidak menampik jika perbankan Indonesia memiliki ganjalan dari rendahnya penyaluran kredit karena lesunya permintaan kredit. Moody’s meramalkan penyaluran kredit bank akan tumbuh satu digit pada 2020 di sekitar 8 persen-9 persen. Target itu lebih rendah ketimbang prediksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu di level 13 persen.
Di samping itu, Moody’s mengungkapkan perbankan Indonesia memiliki tantangan dari seretnya likuiditas. Mereka menyebut tingkat likuiditas bank di Indonesia tidak merata antara bank umum kategori usaha (BUKU) besar dan kecil.
“Kami berharap likuiditas stabil karena dua alasan utama, satu permintaan pinjaman yang lemah dan kami melihat bank sentral memberikan pelonggaran likuiditas seperti dengan memotong persyaratan cadangan (Giro Wajib Minimum/GWM),” tuturnya.