Pria Difabel Tersangka Pelecehan Seksual, Ahli Ungkap Manipulasi Emosi
Mataram – Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan pria difabel berinisial IWAS sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi berinisial MA. Kasus pelecehan seksual itu menjadi sorotan karena melibatkan pria tunadaksa yang tak memiliki tangan.
Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) NTB, Lalu Yulhaidir, menyoroti aspek psikologis dalam kasus yang melibatkan penyandang disabilitas tersebut. Ia menyebut adanya manipulasi emosi yang menjadi dasar tindakan IWAS melakukan pelecehan seksual.
“Ketakutan, panik, hingga perasaan tidak berdaya sering dimanfaatkan oleh pelaku untuk menekan korban,” ujar Yulhaidir saat konferensi pers di Mapolda NTB, Senin (2/12/2024).
Yulhaidir lantas mencontohkan bentuk tekanan psikologis yang membuat korban kehilangan kontrol. Salah satunya kalimat yang dilontarkan IWAS terhadap korban, seperti ‘Kalau kamu tidak mau mengikuti saya, saya akan membongkar aib dan memberitahu ke orang tuamu’.
“Disabilitas bukanlah penghalang bagi seseorang untuk melakukan pelecehan seksual secara fisik maupun psikologis,” imbuh Yulhaidir.
Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB turut mendampingi kasus dugaan pelecehan seksual oleh pria difabel berinisial IWAS terhadap mahasiswi berinisial MA. Kasus dugaan pelecehan seksual oleh pria difabel itu kini sedang berproses di Kepolisian Daerah (Polda) NTB.
Joko menjelaskan pendampingan KKD dalam kasus tersebut untuk membantu agar hak-hak tersangka IWAS dipenuhi dan dilindungi. Selain KKD, IWAS juga didampingi Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram.
“Proses yang kami ingin pastikan adalah hak-hak tersangka terpenuhi. Biarkan proses ini berjalan. Kedudukan disabilitas sama di mata hukum,” imbuh Joko.
Menurut Joko, Polda NTB sejak awal menghubunginya untuk turut mendampingi penanganan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS. Hal itu, dia berujar, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2020 yang mengatur tentang akomodasi yang layak bagi disabilitas yang berhadapan dengan hukum di pengadilan.
Joko menegaskan proses penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Polda NTB sudah melalui sejumlah tahapan. “Tidak serta-merta ada penetapan tersangka, prosesnya cukup panjang,” sambungnya.