Kanker Limfoma Hodgkin: Faktor Risiko, Gejala, Hingga Pilihan Pengobatan
Kanker limfoma hodgkin merupakan penyakit yang terjadi pada sistem kelenjar getah bening. Padahal, sistem kelenjar getah bening memiliki fungsi sebagai kumpulan jaringan dan organ yang membantu tubuh menyerang infeksi juga penyakit.
Dokter spesialis hematologi dan onkologi Medik dr. Johan Kurnianda mengatakan, faktor risiko kanker limfoma hodgkin belum dapat diketahui.
Namun, sekitar 40 persen kasus limfoma hodgkin diasosiasikan dengan adanya infeksi Epstein-Barr Virus (EBV).
“Selain itu ada pula faktor risiko seperti penurunan sistem imun, riwayat keluarga inti dengan limfoma hodgkin, jenis kelamin pria, dan kelompok usia tertentu antara 15-30 tahun dan usia lebih dari 55 tahun,” kata dokter Johan dalam diskusi virtual Hari Kanker Sedunia, Selasa (15/2/2022).
Pada umumnya, gejala kanker limfoma hodgkin muncul seperti adanya pembesaran kelenjar getah bening di leher, ketiak, atau pangkal paha, juga disertai B symptoms.
Ada juga demam lebih dari 38 derajat celsius, berkeringat pada malam hari, penurunan bobot badan lebih dari 10 persen, juga gejala lain seperti gatal-gatal, kelelahan yang luar biasa, dan mengalami reaksi yang buruk terhadap alkohol.
Penegakan diagnosis limfoma hodgkin dilakukan melalui beberapa pengujian, di antaranya pengecekan riwayat kesehatan, pemeriksaan lab darah, biopsi dan uji imunohistokimia (IHK), serta pemeriksaan radiologi (PET/CT scan).
“Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi adanya penanda (biomarker) spesifik yang dapat membantu diagnosis, terapi, dan prognosis kanker,” ujarnya.
Sebelum melakukan pengobatan, penting untuk mengetahui seberapa jauh sel kanker telah menyebar. Proses itu disebut penentuan stadium (staging) Limfoma Hodgkin.
Berdasarkan tatalaksana dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN), pengobatan limfoma hodgkin dapat dilakukan dengan kemoterapi, terapi target, radioterapi, transplantasi sumsum tulang, dan imunoterapi.