Sambut 76 Tahun Kemerdekaan RI, PDIP: Spirit Pancasila Kunci Menuju Indonesia 2045
JAKARTA – Menyongsong Hari Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-76, DPP PDI Perjuangan melalui Badan Penelitian Pusat (Balitpus) menggelar webinar nasional dengan mengangkat tema, “Indonesia 2045: Tantangan dan Kesiapan Pencapaian”, yang digelar Sabtu, 14 Agustus 2021.
Webinar yang digelar secara virtual tersebut menghadirkan para narasumber yakni, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Katib Aam Pengurus Besar Nahdatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf, Inisiator Gerakan 4.0 Budiman Sudjatmiko, dan keynote speaker Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, dan sebagai moderator adalah mantan duta besar Indonesia untuk Mesir Helmy Fauzi.
Hasto Kristiyanto dalam sambutannya saat membuka webinar mengatakan, tantangan Indonesia 2045 mengantarkan kesiapan Indonesia menuju peradaban yang maju dan dibangun dengan pemikiran konstruktif yang harus digerakkan melalui spirit nilai-nilai ideologi Pancasila. “Sikap PDI Perjuangan pada Kongres V PDI Perjuangan menegaskan jalan Trisakti sebagai satu-satunya pilihan untuk mewujudkan kedaulatan di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan,” ungkapnya.
Selain itu, PDIP mengutamakan keberpihakannya pada rakyat marhaen dan kekuatan produksi nasional yang menopang jalannya ekonomi kerakyatan. “Ibu Megawati Soekarnoputri menegaskan, gerakan PDI Perjuangan dan bangsa Indonesia harus terlaksana melalui kualitas SDM yang berdaya dan unggul, serta penguasaan teknologi dengan gagasan yang lahir dari nilai-nilai kebudayaan,” kata Hasto.
Menurutnya, bangsa Indonesia harus membuka diri melalui penguasaan ilmu pengetahuan. Hal ini kemudian akan menjadi interaksi intelektual yang harus menjadi spirit para kader PDIP. Dan hal ini harus menjadi kewajiban bagi para kader. “Seperti Bung Karno menegaskan, bahwa Indonesia harus membangun budaya intelektual dan penguasaan teknologi yang berakar pada ideologi dan kebudayaan yang mewarisi perjalanan bangsa menuju bangsa yang maju,” ungkap Hasto.
Pada kesempatan yang sama, Suharso Monoarfa menjelaskan terkait pembangunan dan realitas ekonomi dilihat dari setiap periode kepemimpinan. Perjalanan ekonomi Indonesia semenjak Orde Baru yang dikenal dengan commodity bom mampu tumbuh rarta-rata sebesar 7 persen, kemudian pada tahun 1998 mengalami krisis keuangan Asia. “Kemudian pertanyaan reflektifnya, pada 2045 Indonesia nanti mau bergerak ke arah mana, sebagaimana pesan Bung Karno setiap kali berpidato terkait menuju Indonesia maju,” ujar Suharso.
Suharso menegaskan prasyarat yang dibutuhkan untuk menuju Indonesia maju adalah bahwa rata-rata pertumbuhan 2015-2045 PDB rill 5,7%, PDB riil/kapita 5,0%. Untuk menyongsong 2045, Indonesia harus menempatkan peran Kawasan Timur Indonesia sebesar 25%, selain itu, menuju negara maju dan PDB terbesar kelima (USD 7,4 triliun),” tambah Suharso.
Selanjutnya, terkait hantaman pandemi Covid-19 yang merusak tatanan ekonomi, Suharso berpendapat setidaknya ada tiga tahapan yang merupakan tugas besar bangsa Indonesia saat ini. “Tiga tugas besar yang harus dilakukan Indonesia saat ini untuk memulihkan ekonomi yakni, flattening the curve dengan upaya penurunan kasus dengan pembatasan mobilitas dan aktivitas untuk penyelamatan ekonomi, dan yang kedua pemulihan ekonomi yang bisa dikendalikan akibat menurunnya jumlah kasus, dan yang ketiga adalah transformasi ekonomi dengan mengangkat trajectory ekonomi,” terang Menteri PPN/Kepala Bappenas tersebut.
Sementara itu, KH Yahya Cholil Staquf dalam pandanganya terkait Indonesia 2045 mengatakan, Indonesia didirikan bukan hanya bersifat romantisme semu, tetapi Indonesia didirikan atas sebuah ide perjuangan untuk membangun peradaban yang lebih luas untuk umat manusia. Ia menegaskan, bahwa klaim bangsa yang merdeka bukan hanya untuk satu bangsa, tetapi untuk semua bangsa yang dituangkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945.Semua gagasan-gagasan besar global direpresentasikan dalam sebuah ide yang disebut Pancasila. Bung Karno mengonsolidasikan gagasannya didasari pada proyeksi masalah-masalah internasional dengan aspek struktural yang tidak adil sehingga Bung Karno membongkar tatanan dunia tersebut dengan gerakan yang lebih adil serta melalui kerja sama internasional-domestik,” tukas Yahya.
Katib Aam Pengurus Besar NU itu menilai, berdikari menurut Bung Karno bukan berarti bangsa dan masyarakat Indonesia mengisolasi diri menuju kemapanan ekonomi, tetapi justru harus terus membuka ruang, menjaring solidaritas dan interaksi antar bangsa-bangsa sehingga mampu menegaskan kemapanan dunia dalam satu tarikan nafas yang adil dan bermartabat.
“Indonesia punya tawaran konsep menuju dunia yang adil dan bermartabat yang diwujudkan dalam nilai-nilai Pancasila. Dunia sekarang sedang membutuhkan jalan keluar dari keterpecahan, ketegangan politik, dan konflik antar bangsa-bangsa. Inti dari konflik ini adalah identitas tribal, yang menuju pada kekerasan struktural yang semakin meruncing. Konsekuensi logisnya adalah dunia membutuhkan jalan keluar dengan nilai-nilai universal tentang martabat manusia yang harus disepakati,” tegas Yahya.
Terkait Covid-19, tambahnya, kita tidak bisa berharap kapan pandemi ini berakhir, tetapi kita membangun sebuah gerakan bersama, kesadaran ideologis dan strategi penguasaan teknologi, dan berbagai pengetahuan untuk melawan pandemi. Yang berikut, lanjutnya, terkait kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaha negara seperti partai, maka partai harus membangun sebuah kredibilitas, sehingga partai dapat membangun kepercayaan masyarakat. Basis nilai partai adalah segala macam pertimbangan, termasuk referensi keagamaan dan kebudayaan.
“Kita harus jujur kepada bangsa dan negara ini untuk kemajuan bangsa, bukan untuk diri sendiri. Ini telah diteladani oleh para founding fathers seperti Bung Karno dan Bung Hatta yang memiliki mentalitas jujur dalam membangun bangsa dan negara,” kata Yahya.
Sementara itu, Budiman Sudjatmiko dalam paparan materinya menjelaskan, dalam perkembangan inovasi dan teknologi 2045, masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa kemajuan teknologi tidak hanya mengubah satu aspek, tetapi mampu mengubah seluruh aspek kehidupan umat manusia secara global melalui teknologi big data. “Harus ada rekayasa atomik, rekayasa persepsi dan rekayasa biologi,” ungkap Budiman.
Dikatakannya, rekayasa atomik berdampak pada populasi mesin meningkat dan menjadikan manusia memiliki waktu luang lebih fokus berinteraksi dengan ide dan empati. Kemudian rekayasa persepsi berimbas pada pola interaksi manusia yang semakin terkendali dan seragam. Hal ini meningkatkan kecerdasan kolektif menjaga eksistensi individu. “Sementara rekayasa biologi berdampak pada adanya potensi penyakit dan wabah baru, akan tetapi hal ini juga memberikan peluang bagi masyarakat untuk mengendalikan diri dalam mengelola kesehatan secara kolektif dan efektif,” jelas Budiman.
Inisiator Gerakan Inovator 4.0 itu menilai, linimasa perkembangan teknologi dan dampak sosial budaya pada 2025-2045 adalah bahwa manusia akan menaklukkan waktu dan ruang. “Ketika semua terkoneksi dengan data (singularitas data) maka semua akan menuju penyeragaman. Pluralitas dan kebhinekaan semakin ditegakkan,” ungkap Budiman.
Maka, lanjutnya, ada sinkronasi revolusi dari zaman ke zaman seperti revolusi sosial, revolusi industri dan pandemi. Pandemi menjadi disrupsi, karena ia mengocok ulang semua tatanan global yang tidak seimbang antara manusia dan alam. Selain itu, Indonesia harus membangkitkan gairah kemajuan ekonomi berbasis pengetahuan, sebab menurut Budiman, Indonesia belum mampu mengonsolidasikan otak (brain) menuju brand yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.