Rencana Pemerintah Kucurkan Dana Banpol Rp6 T Per Tahun Dipertanyakan
JAKARTA – Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini menilai penguatan pendanaan negara untuk parpol atau yang kita kenal sebagai bantuan keuangan negara untuk parpol (banpol) memang niscaya diperlukan untuk institusionalisasi partai politik sebagai instrumen demokrasi yang harus berfungsi sesuai dengan tujuan dan keberadaannya.
“Khususnya dalam rangka penguatan kaderisasi dan rekrutmen politik yang demokratis,” ujar Titi saat dihubungi
SINDOnews terkait wacana pemerintah kucurkan dana parpol Rp6 triliun per tahun, Selasa (5/11/2019).
Kata Titi, kenapa dana negara diperlukan untuk membiayai parpol? Dijelaskan dia, agar parpol tidak terjebak dalam jebakan oligarki pemilik modal yang mengendalikan partai dengan pendekatan transaksional dan bisa membuat parpol tidak berfungsi sesuai tupoksinya, melainkan hanya bekerja sesuai dengan selera segelintir orang saja yang ada di partai politik.
“Perludem sendiri sejak lama mendorong peningkatan banpol,” ucapnya.
Namun demikian, Titi melanjutkan, karena ini menyangkut penggunaan dana publik yang bersumber dari APBN dan APBD, maka harus ada keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat soal pilihan kebijakan yang akan diambil pemerintah tersebut.
“Mengapa sampai pada keputusan untuk mengalokasikan angka Rp6 triliun, apa yang menjadi pertimbangan dan juga argumen yang bisa menopang pertanggungjawaban pembuatan kebijakan tersebut?” tuturnya.
Titi mengaku sangat berharap jangan sampai kebijakan itu diambil hanya berdasarkan diskusi dengan satu partai tertentu saja, meskipun partai itu adalah partai berkuasa misalnya. Harusnya ada argumen dan pertimbangan hukum yang terukur soal kenaikan alokasi banpol ini.
“Supaya tidak ada resistensi dari masyarakat mengingat ini isu yang cukup sensitif, maka Bappenas harus membuka secara jelas argumen dan dasar pembuatan keputusan yang menaikkan banpol sampai Rp6 T,” imbuhnya.
Selain itu, Titi mengatakan skema transparansi, pertanggungjawaban, pelaporan, dan pengawasan seperti apa yang sudah disiapkan untuk memastikan tidak terjadi manipulasi atas dana yang digelontorkan itu. Sehingga, jangan sampai negara hanya memberi cek kosong saja. Bantuan parpol dinaikkan tapi tidak ada penguatan skema akuntabilitas dan pengawasan atas penggunaan dana tersebut.
Sementara soal pilihan kerangka hukum yang akan digunakan, kata Titi, semestinya bukan diatur dalam Perpres atau PP, melainkan dalam UU. Hal itu dilakukan agar ada kepastian hukum dan kekuatan yang mengikat terkait penerapan reward and punishment pada partai atas pengelolaan banpol yang dilakukan.
“Kalau terbukti ada indikasi korupsi atau manipulasi mestinya dikategorisasi sebagai bagian dari tindak pidana korupsi atas uang negara. Dan harus ada hukuman yang memberi efek jera atau perbuatan tersebut,” tandasnya.
Sebelumnya, pemerintah mengaku siap mengucurkan dana bantuan keuangan kepada parpol yang bersumber dari APBN. Dana yang akan digelontorkan mencapai sekitar Rp6 triliun per tahun. Dana tersebut rencananya akan dikucurkan pada 2023 atau tahun keempat pemerintahan Jokowi jilid II.
“Saya (Bappenas) ngitung enggak sendirian, saya ngitung dengan KPK, dengan salah satu partai, tidak perlu saya sebut. Partai yang sangat berperan. Kurang dari Rp6 triliun dalam satu tahun,” ujar Direktur Politik dan Komunikasi Bappenas Wariki Sutikno di Jakarta, Senin 4 November 2019.