PPKM Darurat, Pemerintah Perlu Pendekatan Public Health Services
JAKARTA – Anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Ahmad Yohan meminta pemerintah tidak menggunakan tindakan represif dalam pelaksanaan PPKM Darurat. Menurutnya, pendekatan yang dilakukan harus bersifat public health services di tengah wabah Covid-19.
“Pengerahan panser Anoa TNI dan kenderaan taktis Brimob yang dikerahkan di 4 titik PPKM darurat justru menciptakan mencekam dan mengancam. Ini berlebihan. Memangnya mau perang dengan rakyat?,” kata Ahmad Yohan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/7/2021).
Ia mengatakan, saat ini persoalan yang dihadapi adalah kelangkaan tabung oksigen, obat-obatan, dan vitamin. Karena itu, BUMN semestinya meningkatkan produksi agar segera bisa mengatasi persoalan ini.
Baca juga: Lima Hari PPKM Darurat, COVID-19 di Jatim Bertambah 8.806 Kasus, 625 Meninggal
“Termasuk rasio Bed Occupancy Rate (BOR) beberapa rumah sakit di daerah dengan kasus tertinggi, rasio BOR-nya sudah di atas 90%. Padahal idealnya itu 70%-80%. Artinya banyak RS yang sudah over capacity akibat tingginya pasien Covid-19. Ini masalah pelayanan yang harus dijawab pemerintah,” katanya.
Ahmad Yohan mengungkapkan, pada gelombang I COVID-19, ada rumah sakit BUMN yang rasio BOR-nya masih rendah sekitar 65%. Jumlah kunjungan rawat inap /Number of Inpatient Visits juga masih rendah. Padahal RS lain banyak yang sudah over capacity.Kesannya RS BUMN hanya melayani kalangan tertentu. Mestinya pelayanan RS itu jangkauannya lebih luas, hingga ke orang-orang yang tidak mampu. Tidak masuk akal, di saat RS lain sudah tidak tampung pasien, tapi RS BUMN malah rasio BOR-nya hanya 65%,” katanya.
Baca juga:Selama PPKM Darurat, Akses Jalan Utama, Tol hingga Perumahan Ditutup
Di saat kelangkaan tabung oksigen, death of rate pasien COVID-19 juga makin tinggi. Berdasarkan data Gugus Covid-19 Nasional, sebanyak 1.040 orang meninggal pada Rabu (7/7/2021). Angka ini meningkat dari dua hari sebelumnya di kisaran 500-an.
“Di saat yang sama terjadi kelangkaan tabung oksigen. Kita bisa saja berasumsi, angka kematian yang terus bertambah memiliki hubungan dengan kelangkaan tabung oksigen. Ini hal-hal penting terkait public health services,” katanya.
Meski menyatakan pasokan tabung oksigen cukup di RS, tapi buktinya pemerintah impor 10.000 konsentrator oksigen dari Singapura. Hal itu artinya pasokan tabung oksigen dalam negeri tidak cukup.
“Padahal kita tahu, Covid-19 gelombang ke-2 dengan kebanyakan varian delta seperti di Jakarta, penyebarannya sangat cepat dan sangat berisiko pada kematian sebagaimana yang terjadi di India. Mestinya pemerintah sudah mawas dan siaga,” katanya.Kelangkaan juga terjadi pada pasokan obat-obatan dan vitamin. Padahal Indonesia memiliki banyak BUMN Farmasi. Sementinya, kata Ahmad Yohan, begitu pasokan obat-obatan dan vitamin langka, maka BUMN langsung meningkatkan produksi agar masyarakat tidak mengalami kelangkaan asupan obat dan vitamin di tengah-tengah situasi wabah.
“Semestinya pemerintah lihat dong, ketika masyarakat berburu produk susu tertentu di lapangan, sampai produk susu tersebut menjadi langka dan harganya terkerek di ritel. Ini menandakan masyarakat butuh asupan protein. Pemerintah harus memberikan perhatian dari sisi pelayanan terkait masalah-masalah yang dihadapi masyarakat seperti ini,” katanya.
Ahmad Yohan menegaskan bahwa pendekatan mitigasi dan pelayanan yang harus dikedepankan bukan malah mengutamakan cara lama dengan pendekatan represif. Pandemi yang telah berlangsung lebih dari setahun membuat masyarakat depresi. Apalagi yang berwirausaha.
“Oleh sebab itu, pendekatannya tidak bisa dengan represif atau militeristik. Nanti masyarakat tambah tertekan. Pemerintah juga perlu memahami situasi kebatinan publik di tengah kondisi seperti saat ini,” katanya.