Politikus PDIP Sebut Pemerintah Masih Lamban Atasi Virus Corona
JAKARTA – Wabah COVID-19 atau virus corona diprediksi bakal memuncak pada bulan Mei-Juni mendatang. Anggota DPR Adian Napitupulu mengatakan, negara harus menyiapkan banyak eskavator jika penanganan wabah virus corona masih lambat dan penuh dengan birokrasi yang berbelit.
Adapun eskavator itu dimaksudkan untuk menggali kuburan jika ribuan atau belasan ribu orang meninggal dunia akibat virus corona. Adian berpendapat, kuburan massal harus dicegah dengan segala cara.
“Salah satunya adalah dengan membuka keran impor untuk alat-alat medis baik utuh maupun bahan baku terkait virus corona, apakah itu masker, alat pelindung diri (APD), thermometer, sarung tangan, sanitizer, disinfektan bahkan hingga alat test (Rapid Test),” ujar Adian Napitupulu dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/3/2020).
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengatakan, semua pihak yang sanggup mengimpor alat-alat tersebut selama kriteria dan uji alatnya layak, harus diberi extra kemudahan impor.
“Bila perlu sementara waktu di bebaskan dari bea impor dan pajak agar alat alat itu menjadi murah di beli siapapun,” ungkapnya.
Dia berpendapat, membebaskan semua pihak yang akan memasukkan alat-alat medis terkait corona dari birokrasi impor akan membuat semua alat medis itu akan membanjiri indomart, carefour, alfamart hingga apotik, toko obat.
Bahkan lanjut dia, bisa jadi membanjiri warung-warung kelontong di perkampungan dan pasar pasar tradisional. “Dalam situasi ini, kebanjiran lebih baik daripada kekurangan,” ujarnya.
Dia mengatakan, tugas pemerintah menjadi lebih ringan, karena peran mengadakan alat medis yang tadinya dimonopoli penuh baik anggaran maupun distribusinya oleh pemerintah, berikutnya diambilalih oleh banyak orang.
Menurutnya, pemerintah harus mengambil peran sebagai pengontrol kualitas dan membuat patokan Harga Eceran Tertinggi untuk setiap jenis alat medis itu. “Kalau negara bisa memanfaatkan para importir dan pedagang maka alat medis itu bisa sampai ke seluruh pelosok pedalaman dengan harga murah tanpa menguras anggaran pemerintah,” katanya.
Selanjutnya, kata dia, pemerintah bisa menghemat anggaran yang ada untuk di gunakan fokus pada hal lain seperti membangun rumah sakit untuk karantina, mensubsidi obat dan alat medis untuk orang-orang yang benar-benar tidak mampu, lansia, tuna wisma dan lain-lain.
“Dalam situasi darurat Corona seperti saat ini biarkan saja importir mendapat sedikit untung, pedagang bahkan apotik, warung warung juga mendapat sedikit untung, itu tidak masalah karena masalah mendesak dan terpenting saat ini adalah, rakyat selamat,” tuturnya.
Dia melanjutkan, wabah corona bukan seperti tsunami, banjir, gempa atau jenis bencana alam yang terlokalisir di satu tempat. Dia menambahkan, wabah corona bisa mengorbankan siapa saja, kapan saja dan di mana saja di seluruh belasan ribu pulau di Republik ini.
Dia berpendapat, satu-satunya cara memenangkan perang melawan virus Corona hanya bisa dilakukan dengan membangun perlawanan rakyat secara bersama-sama.
“Ketika Apotik, Indomart, Alfamart, Toko Obat memiliki stok berlimpah akibat keran impor alat-alat medis itu dibuka luas dan mudah, maka berikutnya bisa saja bidan dan perawat di pelosok kampung membeli APD dan rapid test, lalu membuka layanan rapid test corona di teras rumahnya,” imbuhnya.
Dikatakannya, warga satu RT bisa urunan membeli disinfektan untuk menyemprot seluruh RT. Kemudian, di kampus-kampus mahasiwa dengan APD yang mereka dapat di Indomart bisa membuka layanan rapid test yang mereka beli dari Alfamart.
“Para relawan dan donatur bisa urunan membeli alat medis dari importir dan membagikannya ke puskemas puskesmas. Jangan kaget juga ketika tukang sayur yang berkeliling dengan motor dan gerobak sayurnya berikutnya tidak hanya menjual sayur tapi juga menjual masker dan berbagai jenis APD,” ujarnya.
Adian berpendapat, bila situasi itu terjadi maka gerakan melawan corona bukan lagi milik BNPB, bukan lagi milik BUMN atau Menkes Terawan Agus Putranto, tapi menjadi milik importir, milik pedagang, milik tukang sayur, milik bidan desa, perawat, dokter-dokter desa, warga seluruh RT, mahasiswa, relawan dan donatur donatur.
“Semua bergerak melawan corona dan berikutnya menjadi Gerakan Rakyat di semua level di semua profesi, di semua tempat hingga kampung yang terpencil sekalipun. Kunci kemenangan kita adalah Gotong Royong yaitu semua bergerak bahu membahu untuk kemenangan hingga di akhir cerita nanti tidak ada Menteri, Gubernur atau satu dua tokoh yang jadi pahlawan karena pahlawan sesungguhnya adalah Rakyat itu sendiri,” ungkapnya.
Dia mengatakan, ketika melawan corona menjadi gerakan rakyat di mana senjata untuk melindungi diri bisa didapat dengan murah dan mudah, bisa jadi virus corona akan frustasi massal. Karena setiap orang di manapun sudah pakai masker, tangannya terbungkus sarung tangan latex, badannya terbungkus APD, sanitizer ada di pintu masuk rumah, di dapur, di kantor desa, di kampus, di sekolah, dan di WC umum.
“Kita tahu bahwa uang negara terbatas, aparatur negara terbatas, semua terbatas apalagi di tambah krisis global yang juga datang bersamaan,” ujarnya.
Dengan seluruh keterbatasan dan situasi krisis, menurut dia, sepertinya mustahil negara sanggup menjadi super hero yang mampu melindungi seluruh rakyatnya dengan baik dan sempurna. Bila negara tidak mampu melindungi, kata dia, maka berikan peluang agar rakyat melindungi dirinya sendiri.
“Caranya dengan membuka impor alat alat medis itu semudah mungkin, bea dan pajak semurah mungkin dan biarkan Rakyat menjual ayamnya, memecah tabungannya, urunan bergotong royong untuk melawan bersama untuk kesehatan bersama untuk kehidupan bersama dan untuk kemenangan Indonesia melawan corona,” pungkasnya.