Pilkada Serentak 2020 Dinilai Telah Memenuhi Rambu-rambu Konstitusi
JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pancasila, Muhammad Rullyandi menilai pelaksanaan pilkada serentak yang bakal digelar 9 Desember 2020 telah memenuhi rambu-rambu konstitusi. Maka itu, Rullyandi mengkritik pernyataan Guru Besar Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah yang menyebut pemilihan telah menabrak tiga teori di antaranya, tidak ada pilkada jika ada bencana, tidak digelar pilkada jika orang tidak dalam keadaan aman maupun usulan alternatif mengenai mekanisme pengangkatan pelaksana tugas pemerintah daerah.
“Saya pikir, Pak Djohermansyah, Guru Besar IPDN itu, tentunya perlu diuji rasio konstitusionalitasnya,” ujar Rullyandi dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/6/2020).
Menurut dia, keseluruhan pandangan Guru Besar IPDN itu jika dihubungkan dengan gagasan negara hukum yang demokratis melahirkan suatu problem konstitusional yang berdampak luas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Problem konstitusional tersebut disebabkan karena tidak sejalannya dengan kaedah prinsip negara hukum yang memenuhi aspek jaminan perlindungan kepastian hukum yang adil dengan pemenuhan hak konstitusional memilih dan dipilih.
“Padahal ini sebagai amanah konstitusi untuk menghindari potensi ketidakpastian kekosongan jabatan yang berkepanjangan,” imbuhnya.
Rullyandi berpandangan sesuai dengan pedoman garis besar rambu-rambu konstitusional yang telah memberikan amanah bagi penyelenggaraan negara termasuk di dalamnya proses pengisian jabatan kepala daerah dalam rezim demokrasi lokal. Dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 merupakan instrumen konstitusional untuk menghadapi situasi kegentingan akibat bencana non alam wabah pandemi global COVID-19
Sehingga telah mempertimbangkan berbagai alasan subjektif dan alasan objektif keputusan dan komitmen negara untuk memutuskan pemilihan lanjutan pilkada serentak 9 pada Desember 2020 sebagaimana ditinjau secara kontekstual ketentuan Pasal 122 A ayat (2) dan Pasal 201 A Perppu Nomor 2 Tahun 2020.
“Serangkaian tindakan cepat dan responsif pemerintah, DPR dan KPU dalam upaya mencermati dinamika ketatanegaraan di tengah bencana non alam COVID-19 sebagai kebutuhan urgensi konstitusional menghadapi potensi ancaman ketidakpastian hukum kokosongan jabatan kepala daerah yang definitif,” kata Rullyandi.
Lebih lanjut Rullyandi mengatakan, bencana wabah pandemi non alam COVID-19 dapat dicegah dengan protokol kesehatan yang ketat, tersosialisasi dengan baik dan terimplementasi dengan penuh disiplin sebagaimana diamanahkan oleh WHO. Menghadapi tatanan New Normal, maka setiap negara diperlukan proses perubahan kultur adaptasi yang tidak menghentikan dan menunda kegiatan ekonomi dan pemerintahan.
“Penyelenggaraan pemilihan aman COVID-19 telah berhasil diselenggarakan diberbagai negara sebagai bukti kemampuan pelaksanaan pemilu di tengah pandemi COVID-19 menjadi barometer ukuran bagi tingkat indeks demokrasi suatu negara yang diakui dihadapan internasional,” tuturnya.
Dia menambahkan sehingga keputusan persetujuan bersama pemerintah, DPR, dan KPU untuk menyelenggarakan Pilkada 9 Desember 2020 secara menyeluruh adalah langkah yang konstitusional dan proporsional dengan mempertimbangan keamanan protokol kesehatan COVID-19.
“Dengan demikian kondisi ketidakpastian berakhirnya wabah pandemi COVID-19 dan dalam waktu yang sangat singkat ke depan untuk menghadapi berakhirnya masa jabatan kepala daerah di 270 daerah tidak memungkinkan suatu negara berdaulat yang demokratis untuk membiarkan tidak menyelenggarakan proses pemil