Perubahan Statuta UI Reaksi Keliru terhadap Kritik Rangkap Jabatan Rektor
JAKARTA – Perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68/2013 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) yang membolehkan rektor UI rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN mendapat kritik pedas dari publik.
Anggota Komisi X DPR Bramantyo Suwondo melihat, ada tiga permasalahan utama terkait perubahan Statuta UI. Pertama, timing perubahan aturan pada 2 Juli seperti mengindikasikan bahwa perubahan ini hanya langkah reaktif pemerintah untuk meredam kekecewaan publik lantaran ada pelanggaran terhadap PP sebelumnya.
“Padahal, seharusnya ada proses
review yang ketat sebelum pengangkatan rektor menjadi komisaris BRI pada 18 Februari lalu,” kata pria yang akrab disapa Bram ini saat dihubungi, Kamis (22/7/2021).
Kedua, Bram melanjutkan, UI merupakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang seharusnya dapat menggunakan otonomi yang dimiliki untuk fokus meningkatkan kualitas, rektor pun harus fokus dalam mendorong hal ini. Saat ini, UI menduduki peringkat 290 dunia dalam QS World University Rankings. Rankingnya terus mengalami penurunan sejak 2018. Ini yang seharusnya menjadi fokus rektor dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
“Keputusan yang diambil oleh rektor harus terfokus dalam semangat meningkatkan performa akademik, mendukung riset dan inovasi, demi membawa nama baik universitas yang dipimpinnya. Apalagi, kegiatan pembelajaran kurang optimal akibat pandemi ini. Keputusan ataupun jabatan yang tidak relevan sebaiknya dihindari,” tegasnya.
Ketiga, kata salah satu pimpinan Fraksi Partai Demokrat DPR ini, masyarakat menangkap sinyal pesan moral yang kurang baik dari kejadian ini. Bisa dilihat bagaimama reaksi masyarakat di sosial media, seharusnya rektor perlu menjaga integritas dan menjadi teladan bagi mahasiswa dan akademisi. “Menurut saya kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran dan tidak boleh terulang kembali,” tegas Bram.
Oleh karena itu, dia menegaskan, pihak pemerintah, khususnya Kemendikbudristek, perlu lebih tegas dan teliti dalam melaksanakan peraturan yang ada. Komisi X bersama masyarakat akan terus mengawasi. Pihak perguruan tinggi pun harus ingat bahwa ekosistem akademik seharusnya independen dari kepentingan/interest tertentu dan fokus di pengembangan akademik/riset/inovasi. Kualitas demografi Indonesia sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya.
“Terakhir, bangsa ini merindukan sosok yang memiliki integritas tinggi. Sehingga, ini harus benar-benar diperhatikan oleh seorang rektor, baik sebelum maupun saat memegang jabatan. Kemendikbudristek harus tegas dalam menilai dan memantau integritas rektor,” pungkasnya.