Pendukung Bamsoet Minta Airlangga Rombak Kepengurusan Golkar
NAGALIGA — Bekas pendukung Bambang Soesatyo atau dalam Musyawarah Nasional (Munas) Golkar X, Tim 9, mengaku kecewa tak diakomodasi dalam kepengurusan Partai Golkar di bawah Ketua Umum Airlangga Hartarto. Mereka pun minta kepengurusan dirombak.
Juru Bicara Tim 9, Viktus Murin, mengatakan bahwa Airlangga telah melakukan dusta politik karena hanya mengakomodir 4 dari 100 orang mantan pendukung Bamsoet dalam struktur kepengurusan tersebut.
“Dengan hanya memasukkan 4 orang dari hampir 100 orang tim inti pendukung Bamsoet dalam kompetisi pemilihan ketua umum pada Munas X,” kata Viktus di Jakarta, Jumat (17/1).
Ia pun kepengurusan harus dirombak karena komposisinya tak memenuhi syarat yang tertera dalam konstitusi partai, salah satunya keberadaan oknum dengan hubungan kekeluargaan.
Viktus mengatakan bahwa terdapat keluarga inti sang ketua duduk dalam kepengurusan, di antaranya anak Airlangga, Ravindra Hartanto, yang kini mendapatkan jabatan sebagai Ketua DPP; iparnya, Kusuma Judileksono; dan anak tirinya, Adanty Kurnia.
“Ini kita sebut ‘AMPI’ atau Anak Mantu Ponakan Istri.
Ada juga nama Gito Ganinduto, anak Dito Ganinduto. Adrian Jopie Paruntu anak Tetty Paruntu itu enggak pernah jadi kader,” katanya.
Ia kemudian berkata, “Kondisi ini berpotensi merusak tatanan Partai Golkar sebagai partai modern dan demokratis, menjadi partai yang keropos fungsi dan perannya, akibat hantu politik nepotisme dan politik dinasti.”
Ia juga menilai ada pengurus yang sebelumnya bukan kader. Ada pula politikus ‘kutu loncat’ yang sudah keluar lalu masuk kembali ke Golkar.
Viktus mencontohkan beberapa diantaranya adalah Hamzah Sangadji yang pernah menjadi caleg Partai Perindo kini masuk kembali dan menjabat sebagai Ketua DPP Golkar.
Ia pun menyatakan bahwa Airlangga sudah melanggar konstitusi partai. Ia menilai Airlangga tak mengindahkan kriteria kader yang bisa masuk dalam kepengurusan inti DPP Golkar.
“Kriteria dan persyaratan PDLT atau prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela, tak diindahkan,” kata dia.
Tak sampai disitu, Viktus memandang Airlangga telah merusak tatanan di lingkungan organisasi pendiri Golkar, yakni Soksi, Kosgoro, dan MKGR dengan tidak memasukkan kader dari ketiga pihak itu.
“Sebaliknya, terkesan kuat, rekrutmen kepengurusan hanya didasarkan pada sentimen perkoncoan dan atau kronisme di antara elite-elite rezim politik Airlangga,” katanya.
Viktus berpandangan para kader seharusnya berani mengkritik kebijakan Airlangga dalam memilih kader untuk ditempatkan dalam kepengurusan DPP Partai Golkar agar partai tak terpecah belah.
“Akhirnya harus pecah atau terbelah akibat dari kesalahan fatal dan berulang-ulang dalam hal tata kelola organisasi,” tutur Viktus.
Di tempat yang sama, Koordinator Tim 9, Cyrillius Kerong, menyinggung Bamsoet sempat mengusulkan tak masalah jika kepengurusan DPP Golkar gemuk. Semua pengurus nantinya memiliki tanggung jawab untuk memenangkan partai di pemilu 2024 mendatang.
“Waktu itu Pak Bambang bilang gemuk juga enggak apa-apa. Atau 500. Bahkan Pak Bambang bilang 1.000 pun enggak apa-apa. Lalu faktanya apa? Cuma empat orang pendukung Bamsoet yang diakomodir itu,” ujarnya.