Pakar Kebijakan Publik: Nomenklatur Baru Jangan Sampai Tumpang Tindih
JAKARTA – Jika tak dilakukan secara hati-hati, perubahan nomenklatur di Kabinet Indonesia Maju bisa berpotensi tumpang tindih antara satu struktur organisasi dengan yang lainnya. Selain itu perubahan ini dipastikan membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“Kalau perubahan nomenklatur tentunya akan ada perubahan struktur. Pembenahan ini tidak bisa dalam waktu singkat. Tidak bisa dalam waktu satu atau dua bulan. Istilahnya kop surat kan berubah, jadi harus cetak ulang,” kata pakar kebijakan publik Universitas Indonesia (UI) Lina Miftahul Jannah saat dihubungi kemarin.
Lina mengatakan sebagaimana pengalaman sebelumnya, perpindahan pendidikan tinggi dari Kemendikbud ke Kemenristek membutuhkan waktu lama. Dengan dikembalikannya pendidikan tinggi ke Kemendikbud, waktu yang dibutuhkan tidaklah berbeda.
“Kan ini harus dimulai dengan penerbitan aturan dulu, baru bisa dilakukan perpindahan. Mungkin satu tahun baru beres. Yang periode sebelumnya perpindahan pendidikan tinggi kan lebih dari satu tahun. Sistem informasi pendidikan tinggi saja belum lama selesai. Ini pasti diganti lagi,” paparnya.
Sementara itu untuk lembaga baru seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) akan membutuhkan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan perubahan nomenklatur yang sudah ada. Mengingat BRIN merupakan nomenklatur baru, “Ini akan memakan waktu lama karena baru. Harus dibentuk strukturnya dan fungsinya apa saja,” tuturnya.
Di samping memakan waktu lama, Lina menyebut bahwa jika tak hati-hati bisa berdampak pada tumpang tindih antar struktur organisasi. Misalnya saja antara Kemeterian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif degan Badan Riset dan Inovasi. “Ini kan Ekonomi Kreatif juga bagian dari inovasi. Jadi harus hati-hati. Lalu di Kemenko Perekonomian ada Deputi yang menangani investasi. Ini jangan sampai tumpang tindih dengan fungsi investasi di Kemenko Kemaritiman,” paparnya.
Dia juga mempertanyakan penggabungan bidang investasi di Kemenko Kemaritiman. Pasalnya sebenarnya tidak dalam satu bidang kerja. “Justru yang saya khawatirkan ini soal investasi digabungkan dengan kemaritiman. Ini nyambungnya di mana? Saya khawatir malah akan membingungkan karena tidak satu arah atau tidak satu organisasi yang samaa. Dipaksakan sih bisa tapi terlihat cukup aneh,” paparnya.
Lina mengaku perubahan nomenklatur ini akan mengganggu kerja pemerintahan. Pasalnya selama transisi sering kali tidak jelas struktur mana menjalankan fungsi apa. “Pengalamannya perpindahan pendidikan tinggi sebelumnya sangat mengganggu. Karena ending-nya bukan tugas kami. Jadi kita sendiri di kampsu bingung. Walaupun kantornya engga berubah,” ungkapnya.
Lina pun berharap agar KemenPAN-RB segera menuntaskan aturan nomenklatur baru tersebut. Dengan begitu tidak membutuhkan waktu yang lama untuk merealisasikan. “Selain itu untuk perpindahan nomenklatur yang sudah ada tidak usahlah ganti pejabat. Cukup pindah strukturnya saja. Pekerjaannya juga sama saja. Tidak usah bikin struktur ataupun fungsi-fungsi baru,” ujarnya.
Sementara itu Deputi Bidang Kelembagaan KemenPAN-RB, Rini Widyantini mengatakan bahwa perubahan nomenklatur kali ini tidak akan memakan waktu lama dibanding periode pertama. Pasalnya hanya empat nomenklatur baru. “Tidak akan lama. Karena jumlahnya tidak signifikan. Kan hanya pendidikan tinggi dipindahkan ke Kemendikbud,” ungkapnya.
Dia menargetkan sebelum akhir tahun aturan untuk nomenklatur baru ditargerkan tuntas. Dengan begitu bisa segera efektif. “Secepatnya kita tuntaskan. Sebelum akhir tahun,” ujarnya. Lebih lanjut untuk sementara maslaah anggaran tetap disesuaikan dengan nomenklatur lama.
Pasalnya tidak mungkin mengubah anggaran di jelang akhir tahun. “Selama masa transisi anggaran 2019 tetap menggunakan nomenklatur yang sam. Menunggu 31 Desember. Kan anggarannya nanggung. Kalau ada perubahan malah menggangu pelayanan masyarakat,” pungkasnya.