Moeldoko: Seseorang Bisa Berbeda kalau Sudah Bicara Politik…
JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko berbicara tentangpurnawirawan TNI yang bisa berubah karena urusan politik. Namun, ia tidak menyebut secara jelas siapa yang dimaksud.
Moeldoko awalnya ditanya tentang adanya seorang mantan Panglima TNI yang menggulirkan isu kebangkitan PKI di Indonesia. Ia menjawab seharusnya hal itu tidak perlu dilebih-lebihkan hingga menakutkan orang lain.
Dengan isu PKI ini seharusnya seorang pemimpin dapat membangun sikap kewaspadaan yang menenteramkan, bukan kewaspadaan yang menakutkan. Ia menduga, jika yang dibangun adalah kewaspadaan yang menakutkan, ada maksud atau kepentingan tertentu.
Terkait isu kebangkitan PKI saat ini, ia melihat hal itu ditujukan untuk membuat kehebohan semata. Sebagai mantan prajurit TNI yang memiliki DNA intelijen, kewaspadaan dan antisipasi, seharusnya isu tersebut harus direspons dengan kewaspadaan yang menenteramkan, bukan malah sebaliknya.
Ia lalu berbicara tentang pensiunan prajurit yang berubah karena urusan politik. Menurut Moeldoko, setiap prajurit aktif terikat dengan Saptamarga dan sumpah. Sumpah tersebut terasa begitu kuat.
“Tapi begitu seseorang pensiun, maka otoritas atas pilihan-pilihan itu melekat pada masing-masing orang. Kalau kepentingan tertentu itu sudah mewarnai kehidupan yang bersangkutan, maka saya jadi tidak yakin kadar Sapta Marga-nya masih melekat seratus persen karena dipengaruhi kepentingan-kepentingan,” tandasnya.
“Tergantung dari orang yang bersangkutan. Seseorang bisa berbeda kalau sudah bicara politik, bicara kekuasaan, bicara achievement, karena ada ambisi,” tambah Moeldoko.
Moeldoko menuturkan, sebagai seorang purnawirawan, dirinya selalu saling mengingatkan agar mantan prajurit selalu berpegang teguh pada prinsip. Namun, ketika itu berkaitan dengan urusan politik, ia pun tidak bisa melarang. Pasalnya, otoritas kembali pada diri masing-masing.
“Kami, sesama purnawirawan, selalu mengingatkan. Imbauan bahwa mantan prajurit ya harus selalu ingat dan tidak bisa lepas begitu saja. Tapi sekali lagi, kalau itu berkaitan dengan kepentingan, tidak ada otoritas kita untuk bisa melarang. Masing masing sudah punya otoritas atas dirinya,” pungkasnya.