LSI Sebut Kepercayaan Publik Terhadap Institusi Negara Menurun
JAKARTA – Pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dan juga Pilkada DKI Jakarta 2017 ternyata berimbas pada menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan lembaga sosial.
Padahal, salah satu ciri dari negara demokrasi yang sehat adalah tingginya kepercayaan (trust) publik terhadap lembaga-lembaga negara.
Lembaga negara dan sosial tersebut meliputi Presiden, DPD, DPR, KPK, MK, Polri, TNI, ulama dan pers. Menurunnya kepercayaan publik tersebut tergambar dari survei LSI Denny JA dari dua kali survei yakni pada kurun waktu pra dan pascapilkada DKI Jakarta 2017, serta survei pra dan pascapilpres 2019.
Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby, mengatakan, kepercayaan publik terhadap lembaga negara mengandung dua dimensi sekaligus. Pertama, legitimasi politik lembaga-lembaga negara tersebut. Kedua, kepercayaan publik terhadap aneka kebijakan yang diputuskan.
”Rendahnya trust publik berimpilkasi pula pada rendahnya legitimasi dan tingginya antipati publik terhadap kebijakan yang diputuskan,” tuturnya dalam konferensi pers hasil survei sekaligus menyambut kerja sama LSI Denny JA dan LAPI ITB untuk membuat program bersama Mini MBA & Short Course bidang Good Governance dan Political Marketing di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
Survei dilakukan dengan populasi pemilih nasional sebanyak 1.200 responden di 34 provinsi, dengan metode wawancara langsung. Margin of error sekitar 2,9%. Selain survei, LSI Denny JA juga melengkapi survei ini dengan riset kualitatif dengan metode FGD, in-depth interview, dan analisis media.
Dikatakan Adjie, pada Juli 2018 (prapilpres), LSI Denny JA mencatat publik yang percaya bahwa Presiden bekerja untuk kepentingan rakyat sebesar 81,5 % dan sebesar 14,2 % menyatakan tidak percaya.
”Namun kepercayaan terhadap presiden cenderung menurun pascapilpres. Pada survei LSI Denny JA September 2019, mereka yang menyatakan cenderung percaya bahwa presiden bekerja untuk kepentingan rakyat mengalami penurunan. Sebesar 75,2 % menyatakan percaya, dan sebesar 18,8 % menyatakan tidak percaya. Artinya terjadi penurunan sekitar 6,3 % kepercayaan publik terhadap presiden pascapilpres 2019,” tuturnya.
Dikatakan Adjie, menurunnya kepercayaan publik terhadap aneka lembaga negara dan lembaga sosial pascapilpres 2019 dan Pilkada DKI Jakarta 2017 disebabkan empat faktor utama.
Pertama, masifnya narasi negatif pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019. Pada kedua event pemilu tersebut, kampanye negatif yang menyerang kredibilitas aneka lembaga tersebut beredar di publik baik dalam bentuk pernyataan tokoh tertentu maupun bahan kampanye yang diedarkan.
Kedua, maraknya kasus korupsi. Banyaknya kasus penangkapan pejabat publik seperti kepala daerah, ketua umum partai politik, anggota DPR dan DPD, Menteri, hakim konstitusi, dan penegak hukum lainnya meningkatkan sentimen negative public terhadap lembaga-lembaga negara.
Ketiga, politik media sosial yang ekstrem. Media sosial yang berkembang menjadi salah satu medium utama kampanye menjadi sumber informasi dan propaganda dalam pertarungan politik.
Pada pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019 banyak beredar konten-konten yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya (hoaks) yang menyerang individu maupun lembaga-lembaga negara.
Keempat, selama Pilpres 2019 dan Pilkada DKI Jakarta 2017, terjadi fenomena pembelahan politik di level grass root. Pembelahan ini juga diikuti dengan saling serang antar pendukung hingga ke isu agama yang sangat emosional.