Lewat Kenduri Kebangsaan, Wakil Ketua MPR Ajak Rajut Persatuan Warga Aceh
ACEH – Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat mengajak warga Aceh merajut persatuan melalui kegiatan Kenduri Kebangsaan yang digelar di Sekolah Sukma Bangsa, Kabupaten Bireuen, Aceh, Sabtu 22 Februari 2020.
Lestari mengatakan, Pemilu 2019 lalu telah menimbulkan polarisasi dan luka cukup mendalam di antara anak bangsa. Sejumlah anggota MPR, DPR, dan DPD se-Provinsi Aceh yang tergabung dalam Forum Bersama (Forbes) menyampaikan bahwa masih ada luka pasca pemilu.
“Terjadi perpecahan dan masyarakat terbelah. Padahal sementara di pusat, semuanya sudah melakukan rekonsiliasi. Biasa kalau pendulum tuh goyangannya kan atas kecil, bawahnya luar biasa,” tutur Lestari kepada wartawan di sela kegiatan Kenduri Kebangsaan.
Kemudian, muncul gagasan dari Surya Paloh selaku pembina Yayasan Sukma untuk melaksanakan rekonsiliasi. Karena masyarakat Aceh memiliki satu kearifan lokal yang merupakan bagian dari budaya dan tradisi berupa kenduri, kemudian muncul gagasan untuk digelar Kenduri Kebangsaan yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju.
“Di mana ketika orang melakukan kenduri, semua duduk bersama, sama rata, sama rasa, dan dari semua golongan. Biasanya selepas kenduri, ketika hari raya lebaran juga sangat besar, dan tradisi ini kita ambil karena dengan kenduri ini kita harapkan kita bisa memulai sesuatu dengan baru,” tutur politikus Partai Nasdem ini.
Menurut Lestari, dalam Forbes yang merupakan perkumpulan DPR, MPR, dan DPD asal Aceh, tidak ada sekat partai politik karena semuanya melebur menjadi satu.
“Bahkan dari kami tidak ada yang terpilih. Kami kehilangan kursi dari Partai Nasdem pada waktu itu. Tapi kan di sini kita sudah bicara beyond partai. Oleh karena itu, karena kami di sini mengampu sekolah Yayasan Sukma Bangsa, lalu Pak Surya menawarkan, ya sudah kalau begitu Sekolah Sukma saja yang host,” urainya.
Pemilihan Bireuen sebagai lokasi kegiatan Kenduri Kebangsaan juga bukan tanpa alasan. Pertama karena sejarah.
“Kita tahu bagaimana Bireuen pernah menjadi pusat sejarah, tapi yang juga orang kadang-kadang lupa, Bireuen pernah dalam waktu yang pendek menjadi ibu kota negara. Waktu itu Belanda mengatakan Agresi II sudah merebut kembali Indonesia, tapi dari Bireuen siaran radio menembus sampai India, memberitahu bahwa Indonesia masih ada dan ibu kotanya di sini. Jadi atas dasar itulah kemudian kami juga memilih Bireuen,” katanya.
Menurut dia, kegiatan kenduri ini adalah bagian dari upaya merajut kebangsaan dan keindonesiaan.
“Merajut kebangsaan Indonesia tentu tidak lepas dari semangat dan filosofi dari Empat Pilar Kebangsaan, yakni Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika,” katanya.
Senada dengan Lestari, anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, Nasir Djamil mengatakan, Kenduri Kebangsaan merupakan bagian dari konsolidasi kebangsaan yang diharapkan bisa ditindaklanjuti dan dillakukan juga di semua provinsi.
“Jadi, selama lima tahun kepemimpinan Pak Jokowi, kita harus jujur mengakui bahwa anak bangsa ini terpolarisasi dengan isu-isu SARA, misalnya. Keduri Kebangsaan yang digagas oleh Forum Bersama Anggota DPR dan DPD dari Aceh, Yayasan Sukma dan Media Gruop ini diharapkan menarik perhatian semua provinsi sehingga ini dimulai dari Aceh,” katanya.
Menurut dia, kegiatan seperti ini penting sebagai bagian dari konsolidasi kebangsaan agar kemudian sesama anak bangsa tercipta persatuan. “Salah satunya harus kita wujudkan dalam bentuk konsolidasi kebangsaan itu,” katanya.