Larang Demo Saat Pelantikan Presiden Dinilai untuk Stabilitas Keamanan
JAKARTA – Larangan menggelar aksi demonstrasi pada saat pelantikan presiden dan wakil presiden 20 Oktober nanti bukan khawatir dengan gerakan mahasiswa, melainkan potensi adanya penumpang gelap dalam demonstrasi mahasiswa. Hal itu disampaikan oleh Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta.
Menurut Stanislaus, seharusnya ada cara lain yang lebih bijak dari Polri, misalnya mahasiswa mau demonstrasi cukup dikawal saja. Dikawal dengan ketat, diberi pagar betis dikawal demo seperti biasanya.
“Tapi ketika itu tidak memungkinkan karena aparat sibuk acara pelantikan salah satu jalannya adalah seperti itu melarang,” kata Stanislaus saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Sebaliknya, kata dia, jika mahasiswa ngotot untuk tetap menggelar aksi pada 20 Oktober, maka gerakan mereka patut dipertanyakan. Mengingat seluruh tuntutan aksi seperti UU yang dianggap kontroversial bisa dilakukan di kemudian hari tanpa harus memaksa saat pelantikan.
Selain itu, apa yang menjadi tuntutan mahasiswa juga tak ada korelasinya dengan pelantikan Jokowi-Ma’ruf.
“Langkah pemerintah melarang itu salah satunya adalah stabilitas keamanannya terjaga jadi kalau mau demo ya gak apa demo, nanti setelah pelantikan. Kalau demo harus tanggal 20, ada apa,” ujarnya.
Stanislaus menambahkan, terkait dengan batas waktu pelarangan yang sampai seminggu, menurutnya, hal itu sudah diperhitungkan secara matang oleh aparat pemerintah. Ia percaya kondisi keamanan telah diantisipasi dengan menurunkan 27 ribu personel.
“Mereka bekerja tidak hanya sebagai petugas lalu lintas atau pengaman sabhara. Mereka mengerahkan tim intelejen juga mapping jadi saya optimis sih aman,” ujarnya.