Korban Kekerasan Seksual Terus Meningkat, RUU PKS Mendesak Diundangkan
JAKARTA – Partai Nasdem menilai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu segera disahkan. Nasdem bersikap RUU ini harus dituntaskan pada Periode 2019-2024.
“Karena tiap tahun angka kekerasan seksual terus meningkat,” kata Ketua DPP Nasdem bidang Perempuan dan Anak Amelia Anggraini dalam Dialog Selasa bertema “Apa kabar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual?” di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, Selasa malam (8/10/2019).
Mantan anggota DPR periode 2014-2019 itu menegaskan, titik fokus dalam RUU PKS adalah pada korban kekerasan seksual dan hal itu perlu lebih disosialisasikan kepada masyarakat karena berarti negara hadir untuk para korban.
Hal senada dikatakan anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Ary Egahni. Menurut dia, RUU PKS darurat untuk disahkan menjadi undang-undang mengingat kekerasan seksual masih terjadi di tengah masyarakat.
“Banyak kasus ayah kandung melakukan kekerasan kepada anaknya sendiri tidak dikenai hukuman karena dari pihak keluarga, bahkan istrinya memberikan perlindungan kepada pelaku,” kata Ary dalam acara yang sama.
Acara Dialog Selasa merupakan rangkaian dari Kongres II Partai Nasdem yang akan digelar pada 8 hingga 11 November 2019 di Jakarta.
Dengan adanya RUU PKS, para pelaku tindak kekerasan seksual bisa dijerat hukum yang setimpal dengan perbuatannya.
Anggota DPR dari Dapil Kalimantan Tengah ini berharap RUU PKS dapat disosialisasikan di tengah masyarakat agar masyarakat memahami tentang pentingnya RUU PKS ini dan diharapkan dapat mengurangi tindak kekerasan seksual.
Menurut dia, angka kasus kekerasan seksual dari Sabang sampai Merauke cenderung meningkat.
“Kita melihat kekerasan seksual timbul multidimensional karena sumber daya manusia yang sangat rendah. Sumber daya manusia yang rendah dan miskin secara akademik miskin secara ekonomi dan miskin juga secara spiritual sehingga enggak mengerti rambu-rambu sehingga terjadi kekerasan seksual,” kata Ary.
Oleh karena itu, kata dia, ketahanan keluarga perlu untuk menghindari kekerasan seksual, baik di dalam keluarga maupun di tengah masyarakat.
Sementara itu, anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem lainnya, Lisda Hendrajoni juga mengaku pernah mendapat pengaduan yang hampir sama. Menurutnya, kekerasan seksual kerap timbul pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan ekonomi rendah.
“Salah satu (penyebab kekerasan) karena kondisi rumah yang tidak layak. Tidak ada kamar, bahkan ada juga satu kamar yang diisi dengan delapan orang bersama-sama. Sampai ada laporan, satu orang anak diperkosa oleh tiga anak laki-laki,” ucap Lisda yang terpilih menjadi legislator Senayan dari Dapil Sumatera Barat I itu.
Namun ketiga anak laki-laki tersebut, kata Lisda, hanya mengikuti gaya maupun gerakan. Mereka mencontohkan perilaku keluarganya saat tinggal satu kamar.
Sehingga, menurut Lisda pengesahan RUU PKS juga perlu dipercepat. Agar insiden kekerasan seksual di Indonesia ini dapat berkurang.
Di tempat yang sama, anggota Komnas Perempuan Masruchah, Nasdem berharap RUU PKS bisa masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
“Kami minta pimpinan Partai Nasdem untuk menugasi anggota DPR RI periode 2019—2024 di Badan Legislasi (Baleg) agar mengawal RUU PKS masuk prolegnas 5 tahunan dan prolegnas prioritas 2020,” katanya.
Masruchah juga meminta pimpinan Partai Nasdem untuk menegaskan kepada anggota DPR RI periode 2019—2024 yang memiliki kepakaran tentang hukum HAM dan gender sebagai anggota Pansus RUU PKS.
Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar RUU PKS sebagai salah satu agenda partai besutan Surya Paloh itu karena RUU PKS turut menjaga integritas anggota legislatif di setiap level. “Saya harap RUU PKS menjadi salah satu agenda Partai Nasdem di Kongres II nanti,” tuturnya.
Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Advokasi Hukum dan HAM, Taufik Basari pun mengatakan, RUU PKS ini harus segera di dibahas untuk diundangkan karena ini merupakan RUU yang sangat penting buat perjalan bangsa.
Dia berharap, fraksi Partai Nasdem menjadi motor penggerak untuk membahas masalah RUU PKS ini.
“Kita ingin membangun keadaban bernegara serta kita ingin membangun paradikma yang anti patriarti, paradigna yang selama ini menganggap perempuan kelas dua,” jelas Tobas, sapaan akrab Taufik Basari.