Kemendagri Sebut Terbitnya PKPU Tak Larang Eks Napi Korupsi Ikut Pilkada Sesuai UU
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ikut berkomentar terkait terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang tak mencantumkan larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut dalam Pilkada Serentak 2020.
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar menegaskan bahwa PKPU tentang Pencalonan dalam Pilkada 2020 yang tercatat dengan Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota yang ditetapkan pada 2 Desember 2019 lalu sesuai Peraturan dan tak bertentangan dengan undang-undang.
“PKPU sesuai dengan dengan peraturan dan tak bertentangan dengan undang-undang sebagaimana hasil Rapat Dengar Pendapat antara, KPU RI, Bawaslu RI, pemerintah dan Komisi II DPR beberapa waktu lalu,” ujar Bahtiar di Jakarta, Minggu (8/12/2019).
Menurutnya, dalam Pasal 4 soal persyaratan calon kepala daerah, tidak ada larangan bagi mantan terpidana korupsi. Penambahan norma Pasal 3A ayat (3) dan ayat (4) oleh KPU dengan menggunakan frasa ‘mengutamakan’ adalah bukanlah norma persyaratan dan tidak mengikat, norma yang hanya bersifat imbauan.
Katanya, frasa “mengutamakan” bukan berarti melarang calon pasangan Kepala Daerah dan calon wakil kepala daerah yang memiliki latar belakang mantan Narapidana kasus Tindak Pidana Korupsi untuk bisa mengikuti seleksi calon kepala daerah yang dilakukan oleh parpol. Sebaliknya, hal sepenuhnya adalah kewenangan partai politik.
Dijelaskannya, apabila larangan pencalonan mantan napi kasus korupsi dimasukkan ke dalam PKPU, maka ketentuan tersebut melebihi amanat yang tertuang dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g dan penjelasan pasal 7 ayat (2) huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
“Pembatasan hak seseorang berdasarkan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 harus dilakukan melalui UU, bukan melalui peraturan teknis,” papar dia.
Di sisi lain, kata Bahtiar, ketentuan tersebut juga telah dikuatkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 di mana mantan terpidana dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah sepanjang mengemukakan secara terbuka dan jujur kepada publik sebagai mantan terpidana.
Menurut dia, isi Pasal 4 ayat (1) huruf h tersebut masih sama dengan aturan sebelumnya yakni PKPU Nomor 7 Tahun 2017 yang hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana yang berbunyi ‘Bukan Mantan Terpidana Bandar Narkoba dan Bukan Mantan Terpidana Kejahatan Seksual terhadap Anak’.
“Dalam Pasal 4 PKPU Nomor 18 Tahun 2019, tak ada syarat pencalonan adalah bukan mantan narapidana korupsi. Berarti mantan napi kasus korupsi tetap boleh mencalonkan diri sepanjang diusulkan Parpol sesuai ketentuan Pasal 7 huruf “g” UU Nomor 10 Tahun 2016, yang berbunyi “tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
“Pemahaman tentang PKPU Nomor 18 tahun 2019 perlu disebarluaskan kepada publik agar masyarakat memahami substansinya dan adanya kepastian hukum dalam.pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2020 mendatang,” pungkasnya.