Gerindra Masuk Pemerintahan, 3 Partai Ini Jadi Penyeimbang Saja
JAKARTA – Direktur Riset Indopolling Network, Arum Basuki mengatakan, salah satu pembeda yang paling nyata bahwa suatu negara sudah mengalami fase pendewasaan demokrasi adalah adanya kontrol dan keseimbangan (check and balance) atas kekuasaan.
“Ruang kontrol dan keseimbangan periode kedua pemerintahan Jokowi selama lima tahun kedepan menjadi tantangan tersendiri paska sinyal merapatnya Partai Gerindra yang ditandai dengan kehadiran Prabowo Subiyanto dan Edy Prabowo ke Istana sebagai calon menteri Kabinet Jokowi-KH Ma’ruf Amien pada Senin,” kata Arum, Selasa (22/10/2019).
Menurutnya, kini kontrol dan keseimbangan kekuasaan di dalam legislatif (parlemen) bisa diwujudkan dalam keseimbangan kontrol terhadap eksekutif oleh partai-partai di parlemen misalnya Partai Demokrat, PAN dan PKS. Ketiga partai itu merepresentasikan kekuatan kritis baru yang muncul dalam lanskap politik di Indonesia saat ini pasca pilpres 2019.
Kata Arum, bukan tidak mungkin jika ketegasannya mengambil jalur di luar pemerintahan justru menempatkan ketiga partai tersebut dalam posisi terhormat dan bisa membesarkan ketiga partai tersebut dalam kontestasi pemilu yang akan datang.
Dijelaskan Arum, kontrol dan keseimbangan atas kekuasaan ini biasanya terwujud bukan saja dengan distribution of power atau pembagian kekuasaan sebagaimana Trias Politica dalam pandangan teoritisi klasik seperti Montesquieu. Kontrol dan keseimbangan kekuasaan demokratis juga diperlukan di dalam internal lembaga legislative dalam hal ini perlu ada partai oposisi pemerintah di legislatif.
“Jika terjadi konsistensi sikap Partai Demokrat, PAN dan PKS diluar koalisi pemerintah atau memilih tidak bergabung di kabinet Jokowi-KH Ma’ruf Amien akan berpotensi mengambil simpati dari para pendukung pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Sandiaga Uno pada Pemilihan Umum Presiden danWakil Presiden bulan April 2019 yang lalu,” ujarnya.
Dia mengatakan, belajar dari pengalaman PDI Perjuangan yang konsisten berada di luar koalisi pemerintah dan mengambil sikap oposisi terhadap Pemerintahan SBY tahun 2004-2009 dan 2009-2014, berbuah simpati dan dukungan pemilih yang signifikan pada kontestasi pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2014.
Katanya, rekam jejak dan trend dukungan terhadap PDI-P di masa lalu, bisa dijadikan rujukan bagi pilihan parpol di senayan apakah bergabung dengan koalisi pemerintah atau mengambil sikap oposisi. Bagi Partai Demokrat, PAN dan PKS, paling tidak saat ini merupakan timing yang tepat untuk menentukan sikap politik.
Menurut dia, pilihan oposisi bagi Partai Demokrat, akan menjadi momentum yang tepat merumuskan titik balik dari saat ini sebagai partai papan tengah menuju kekuatan partai yang diperhitungkan dalam konstestasi pileg maupun pilpres 2024.
“Rentang waktu menuju 2024 bisa digunakan oleh Partai Demokrat untuk fokus menyiapkan figur alternatif konstestasi pilpres, tanpa terbebani dinamika dan evaluasi terhadap kinerja kabinet dan pemerintahan,” tutur dia.
Terlebih kata Arum, untuk PAN yang memiliki modal social figure, yakni tokohnya seperti Pak Amin Rais yang sangat kritis dan lebih kental dengan gaya politisi oposan. PKS pun memiliki kesolidan kader dan partisan yang selama ini terbukti mampu mengimbangi PDI-P.
Sebaliknya, langkah merangkul sebanyak mungkin kawan dan lawan politik untuk berkoalisi mungkin dilakukan Jokowi untuk menghindari potensi divided goverment (pemerintahan yang terbelah).
“Ilmuwan Politik David Mayhew pernah melakukan penelitian sekuensial, yang menunjukkan bahwa pemerintahan yang terbelah di Amerika Serikat mendorong lebih sedikit UU. Pada dasarnya keinginan Jokowi pada periode kedua ini adalah memantapkan legacy,” papar dia.
Selanjutnya, ia berharap visi kebijakannya tidak dihambat oleh oposisi, sehingga dinamika keputusan politik tetap dapat dikontrol oleh Presiden. Koalisi dalam sistem multi-partai ini bagaimanapun memungkinkan untuk membentuk pemerintahan yang Unified maupun Divided antara Ekskutif dan Legislatif. Namun sebaiknya, Demokrasi yang substansial adalah memiliki mitra kritis di luar pemerintahan agar setiap kebijakan dapat dikontrol dan diawasi.
“Peran tersebut tidak bisa hanya dilakukan oleh aliansi masyarakat sipil atau akademisi.Peran kontrol akan lebih berfungsi jika itu dilakukan oleh partai politik. Dan ruang harapan itu terbuka lebar untuk Partai Demokrat, PAN dan PKS,” pungkasnya.