Fahira Idris: Pilkada Tanpa Partisipasi Masyarakat Akan Kehilangan Makna
JAKARTA – Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mengkhawatirkan keselamatan masyarakat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 9 Desember 2020. Pelaksanaan di tengah pandemi Covid-19 ini diprediksi menurunkan partisipasi pemilih.
Anggota DPD RI Fahira Idris khawatir pelaksanaan pilkada nanti tidak berjalan maksimal. Di tengah penyebaran virus Sars Cov-II yang belum mereda, idealnya pilkada diundur setahun ke September 2021.
“Selain soal keselamatan, yang perlu dikhawatirkan adalah tingkat partisipasi akan merosot. Padahal kesuksesan pilkada salah satunya dilihat dari seberapa tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam menunaikan suaranya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (4/6/2020).
Tren partisipasi masyarakat ambil bagian dalam Pilkada Serentak 2015 dan 2017, serta Pemilu dan Pilpres 2019 sudah baik. Pilkada 2020 ini seharusnya menjadi momentum untuk kembali mengerek partisipasi pemilih. Namun, sepertinya hal tersebut tidak mudah karena masyarakat tidak leluasa bergerak.
Dampak ekonomi dan efek psikologis dari pandemi Covid-19 diprediksi ikut menurunkan partisipasi masyarakat. Yang ditakutkan bukan hanya turun dalam angka yang kecil, tapi terjun bebas.
Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyar Republik Indonesia (DPR RI), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah sepakat untuk melaksanakan pilkada serentak di 270 daerah pada 9 Desember. Payung hukumnya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.
“Kalau merujuk pada perppu, tujuan ditundanya pilkada selain bagian dari upaya penanggulangan penyebaran Covid-19, juga agar pilkada dapat berlangsung secara demokratis, berkualitas, dan menjaga stabilitas politik dalam negeri,” terang putri politikus senior Golkar Fahmi Idris itu.
Menurutnya, frasa demokratis itu salah satu parameternya adalah tingkat partisipasi. Dengan dilaksanakan pada Desember nanti, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus segera mempersiapkan semuanya dan memulai tahapan pada 15 Juni 2020 ini.
Masalahnya, data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 selalu menunjukkan penambahan kasus positif yang tinggi setiap harinya. Sampai hari ini, jumlah yang positif sudah mencapai 28.233 dengan penambahan kasus selalu di atas 500 orang per hari.
Beberapa daerah juga masih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). berbagai kondisi itu akan mengganggu jadwal dan tahapan pilkada. Apalagi, dalam tahapan hingga pemungutan suara akan banyak interaksi penyelenggara, peserta pilkada, dan masyarakat, seperti pendataan pemilih dan kampanye.
“Dalam situasi wabah seperti ini yang dipikirkan bukan hanya soal kesiapan penyelenggara menggelar pilkada. Akan tetapi, sejauh mana kesiapan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pilkada. Pilkada tanpa partisipasi masyarakat akan kehilangan maknanya,” pungkasnya.