Demokrat Minta Pemerintah Jalankan Kebijakan Pro Growth, Pro Poor, Pro Job
JAKARTA – Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono menyatakan bahwa tahun 2021 adalah masa transisi ekonomi, termasuk bagi Indonesia. Maka itu, pemerintah diharapkan bisa menstimulasi perekonomian dengan menjaga daya beli masyarakat atau keep buying strategy.
“Fraksi-Demokrat berharap agar pemerintah mengambil langkah-langkah kebijakan yang pro pertumbuhan (pro growth), pro pengentasan kemiskinan (pro poor) dan pro penciptaan lapangan kerja (pro job),” ujar pria yang akrab disapa Ibas ini dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Selasa (16/6/2020).
Dalam pandangan Fraksi Demokrat yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin 15 Juni 2020, Ibas menyampaikan bahwa asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5–5,5% terlalu optimistis. Terutama saat COVID-19 menyebabkan banyak pengangguran yang nota bene akan mengganggu konsumsi.
Legislator asal daerah pemilihan Jawa Timur VII ini mengatakan bahwa target inflasi sebesar 2,0-4,0% dan asumsi nilai tukar pada kisaran Rp14.900–Rp15.300 per dolar cukup realistis dan harus tetap dijaga. Selanjutnya, dia juga menyatakan bahwa tingkat tingkat suku bunga SBN 10 tahun pada kisaran 6,67–9,56% cukup realistis di tengah situasi ekonomi global yang melambat dan penuh dengan risiko.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini mengatakan beberapa kritik membangun dalam pandangan tersebut, di antaranya perlunya perbaikan tata kelola hulu migas demi memenuhi asumsi lifting yang sering kali tidak tercapai, tingginya target penerimaan dalam bentuk rasio penerimaan pajak tahun 2021, dan perlunya kajian anggaran K/L non-esensial.
Dia melanjutkan bahwa jika defisit anggaran menembus angka 6% PDB dikhawatirkan akan menimbulkan krisis susulan dengan kondisi yang lebih berat dari krisis moneter 1998 dan krisis Subprime Mortgage di era SBY tahun 2008 lalu. Hal tersebut akan membebani rakyat, terutama mengingat proses pemulihan dari krisis 1998 memakan waktu lebih dari 5 tahun.
Dia juga mengingatkan pemerintah bahwa reformasi ekonomi untuk keluar dari Middle Income Trap membutuhkan investasi yang tinggi. Kebijakan penanganan MIT membutuhkan investasi manusia yang insentif dan memakan biaya yang cukup besar demi merubah perekonomian Indonesia dari resource-based economy menjadi knowledge-based economy.
“Di tengah krisis COVID-19 ini, fokus kebijakan baiknya ada pada penyelamatan nyawa dan sektor perekonomian,” pungkasnya.