Bicara di Sidang APPF, Puan: Akses Perempuan ke Politik Sangat Penting
CANBERRA – DPR RI pun mengajak para peserta Asia Pacific Parliament Forum (APPF) untuk memajukan peran perempuan. Ketua DPR Puan Maharani mengungkapkan hal tersebut dalam pidato Woman Parliamentarians Meeting di sidang tahunan APPF ke-28 di kompleks DPR Australia, Canberra, Australia, kemarin.
”Menyertakan perempuan dalam proses pembangunan bukan sekadar kebijakan afirmatif, akan tetapi merupakan kesadaran atas penghargaan harkat dan martabat manusia,” ungkap Puan didampingi anggota DPR, Puteri Annetta Komaruddin dan Himmatul Aliyah.
Menurut Puan, saat ini perempuan telah banyak aktif dan mengambil peran yang strategis dalam setiap kegiatan pembangunan dalam segala bidang: ekonomi, sosial, lingkungan hidup, olahraga, ilmu pengetahuan, riset, dan berbagai bidang lainnya. Bahkan, Indonesia telah mencatatkan diri dalam sejarah sebagai negara yang telah mengakui kemampuan seorang perempuan untuk menjadi presiden.
”Presiden kelima Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi presiden pada tahun 2001, sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia,” papar cucu proklamator Bung Karno ini, yang disambut tepuk tangan dari para peserta sidang. ”Baru-baru ini, saya sendiri juga telah dilantik sebagai ketua DPR perempuan pertama di Indonesia,” lanjutnya.
Dia pun mengungkapkan banyak peserta perempuan yang hadir di forum APPF merupakan perempuan-perempuan hebat di tingkat dunia. Meski begitu, tidak dimungkiri perempuan masih menghadapi berbagai kendala yang dapat berasal dari kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Buktinya, masih ada kesenjangan gender dalam hal pendapatan, keterampilan, pekerjaan, dan akses.
Maka diperlukan berbagai upaya edukasi, sosialisasi, advokasi, dan fasilitasi dalam rangka memperkuat peran perempuan. Karena itu, lanjut Puan, penerapan kesetaraan gender diseluruh SDG membutuhkan kemauan politik yang kuat dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dari tingkat negara, pemerintah, dunia industri, politisi, dan seluruh elemen masyarakat.
Puan menuturkan bahwa parlemen memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pemerintah untuk mencapai agenda yang telah ditetapkan dalam SDG, yakni dengan cara penguatan kebijakan dan regulasi pembangunan yang partisipatif dan inklusif.
Indonesia, lanjut Puan, berpandangan bahwa reformasi struktural harus diambil untuk mempromosikan kesetaraan gender. Alasannya karena banyak hambatan bagi partisipasi perempuan di kawasan tertanam dalam legislasi, peraturan, ataupun kebijakan. ”Kita perlu membongkar atau mengubah struktur kekuatan ekonomi, politik, dan sosial yang menghalangi perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka dan kualitas hidup yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Mengingat hal tersebut, sambung Puan, keberwakilan perempuan dalam badan legislatif menjadi sangat penting, yakni bukan hanya untuk mencapai keseimbangan antara jumlah laki-laki dan perempuan di parlemen, melainkan juga untuk mendorong isu-isu penting yang relevan bagi kaum perempuan, seperti pengentasan kemiskinan, kesenjangan pendidikan, kesehatan, dan akses perekonomian.
Karena itu, dibutuhkan langkah-langkah khusus untuk memajukan akses perempuan ke politik. ”UU tentang Pemilu telah menentukan kuota wajib 30% perempuan dalam daftar calon legislatif untuk setiap partai politik,” paparnya. Saatini jumlah anggota parlemen perempuan Indonesia mencapai 118 anggota atau 21%.
Indonesia juga telah memiliki berbagai UU yang memberikan perhatian pada perempuan, di antaranya UU Penghapusan Kekerasan dalam RumahTangga dan UU Perkawinan. Menurut dia, inti dari pembangunan kesetaraan dan keadilan gender bukanlah meneguhkan siapa yang mendominasi dan didominasi, melainkan menemukan koridor untuk saling berbagi secara adil dalam segala aktivitas kehidupan tanpa membedakan pelakunya laki-laki ataupun perempuan.
”Saya ingin menggambarkan peran laki-laki dan perempuan seperti yang pernah disampaikan presiden RI yang pertama, Soekarno, yaitu bahwa laki-laki dan perempuan adalah sebagai dua sayapnya seekor burung. Jika dua sayapnya sama kuatnya maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika patah satu dari pada dua sayap itu maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali,” ujarnya.
Puan mengharapkan semangat tersebut yang harus di -tanamkan bersama dalam membangun dunia, dimana perempuan dan laki-laki dalam harkat, martabat, kemajuan, dan kesejahteraan yang sama. ”Negara tidak mungkin sejahtera dan maju jika para perempuannya tertinggal,” jelasnya. Dia sangat berharap forum APPF tersebut dapat memberikan berbagai kontribusi dalam membangun kemajuan peran perempuan.
Senada diungkapkan anggota DPR Puteri Annetta Komaruddin. Menurut dia, tujuan memajukan masyarakat tidak akan tercapai tanpa mempromosikan kesetaraan gender dan meningkatkan peran perempuan dalam pengambilan keputusan di Indonesia baik dalam bidang politik maupun ekonomi. ”Tidak dapat dimungkiri bahwa perempuan memainkan peran integral dalam pembangunan dan pertumbuhan suatu bangsa,” kata Puteri dalam pidatonya.
Sayangnya, hal ini sering diabaikan dan direndahkan karena adanya kendala struktur gender di masyarakat. Menurut Puteri, kesetaraan gender harus dimulai dari pemahaman yang setara antara pria dan wanita. Selain itu, juga harus ada upaya menciptakan keseimbangan kekuatan antargender. Caranya, dengan memberdayakan perempuan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan strategis yang selama ini didominasi laki-laki.
Representasi perempuandan partisipasi yang setara dalam politik sangat penting untuk memastikan mereka dapat bebas menggunakan hak-haknya dan menggali potensi mereka secara optimal. ”Saya percaya representasi dan partisipasi ini harus ditingkatkan untuk mempromosikan perempuan untuk mengambil peran sentral dalam proses pengambilan keputusan strategis,” papar Puteri.
Pada 2016, presiden Indonesia telah terpilih sebagai salah satu juara kampanye He For She PBB untuk mendorong, memobilisasi, dan mengubah tidak hanya pola pikir pria, tetapi juga kontribusi mereka dalam mempromosikan gender. Sebagai bagian dari Gerakan He For She, Indonesia berjanji untuk mencapai tiga tujuan utama di tingkat nasional.
Pertama, mempromosikan peran dan keberwakilan perempuan di parlemen dan proses pengambilan keputusan lain nya. Kedua, mengurangi angka kematian ibu dan meningkatkan akses ke layanan kesehatan reproduksi di seluruh negeri. Ke-tiga, mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak.