Banyak RUU Perubahan, Pembahasan Prolegnas 2020-2024 Seharusnya Bisa Lebih Mudah
DPR RI secara resmi menyetujui 248 Rancangan Undang-undang (RUU) yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50 RUU disepakati untuk masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2020. Keputusan itu diambil DPR melalui rapat paripurna ke-5 tahun sidang 2019-2020.
Jika menilik kinerja periode lalu, maka capaian pengesahan RUU cukup rendah. Dalam Prolegnas Jangka Menengah 2015-2019 dan Prolegnas Tahunan terdapat 189 RUU. Dari jumlah tersebut hanya 35 RUU yang disahkan. Atau sebanyak 18 persen saja menjadi Undang-Undang.
Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), M Djadijono, mengatakan pihaknya melihat ada upaya DPR RI periode 2019-2024 untuk ‘tancap gas’. Termasuk dalam proses penyusunan serta penetapan Prolegnas Jangka Menengah maupun Prolegnas Prioritas.
“Kalau DPR periode sebelumnya penyusunan dan penetapan Prolegnas lima tahun baru bisa diselesaikan pada Bulan Februari tahun berikutnya, artinya tahun kedua. Kali ini DPR begitu cepat memutuskan Prolegnas 2019-2024,” kata dia, dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (19/12).
“Kalau sebelumnya menargetkan 189 RUU Prolegnas Prioritas Jangka menengah. Kali ini, luar biasa tancap gas. Sekarang 248 (RUU),” sambungnya.
Meskipun demikian, dia mengatakan perlu diamati lebih jauh, apakah penetapan Prolegnas yang tidak saja berlangsung cepat, tapi juga lebih banyak itu benar-benar merupakan bentuk perbaikan kinerja DPR RI.
“Ini masih agak sulit kita lihat buktinya,” ungkap dia.
Dia berpandangan, proses pembahasan RUU yang masuk dalam Prolegnas 2020-2024 seharusnya dapat berlangsung lebih cepat. Sebab cukup banyak RUU yang merupakan perubahan atas Undang-Undang yang sudah ada.
“Secara teoritis semestinya proses pembahasannya akan lebih mudah karena hanya mengubah beberapa pasal. Kecuali anggota partai di DPR memang memiliki argumen-argumen yang sangat luar biasa supaya juga akan diubah total bukan cuma pasal tapi diubah total,” jelas dia.
Meskipun demikian, DPR diharapkan tak hanya sekedar kerja cepat. Wakil rakyat juga harus memperhatikan serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat dalam pembahasan dan kemudian penetapan RUU menjadi Undang-Undang.
Dia menyinggung soal RUU yang banyak menimbulkan perhatian masyarakat. Misalnya RUU KUHP yang sempat memicu gelombang aksi unjuk rasa di berbagai daerah.
“Ada empat RUU carry over dari tahun sebelumnya. Itu mestinya akan lebih cepat dibahas. Meskipun tidak harus terlalu cepat tanpa memerhatikan aspirasi masyarakat yang pernah berkembang menjelang pengesahan 4 RUU itu, di mana terjadi unjuk rasa di mana-mana menentang pengesahan RUU sehingga Presiden bersama pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi sepakat untuk menunda pengesahan empat RUU,” tandasnya.