Frank Lampard Mulai Mencari Alibi
LONDON – Bandul tekanan itu mulai berubah arah. Bukan lagi ke Mikel Arteta di Arsenal atau ke Ole Gunnar Solskjaer dari Manchester United (MU), tapi ke Frank Lampard . Masa depan pelatih asal Chelsea itu mulai dipertanyakan menyusul deret hasil buruk yang dialami.
Kekalahan 1-3 dari Manchester City (Man City) menjadi puncak dari kekhawatiran akan masa depan Lampard. Kekalahan dari Man City menjadi yang keempat dalam tujuh pertandingan terakhir di semua ajang. Sisanya, The Blues hanya mendapatkan satu kemenangan, saat menghadapi West Ham United, dan dua hasil imbang.
Chelsea terlempar ke peringkat delapan klasemen sementara dan terpaut enam angka dari MU di peringkat kedua. Bahkan, jika kompetisi dimulai dalam delapan laga terakhir, Chelsea akan berada di peringkat 14 klasemen sementara, dengan delapan poin dari delapan pertandingan terbaru.
“Harapannya berbeda tahun ini karena orang-orang membicarakan tentang berapa banyak uang yang kami keluarkan. Kami telah menghabiskan banyak uang, tetapi kenyataannya para pemainnya masih muda dan belum bermain bersama,” kata Lampard setelah pertandingan dikutip skysports.
Pelatih berusia 42 tahun itu tak menampik jika bersama The Blues akan selalu ada tekanan besar. Menurut dia, sebagai mantan pemain Chelsea, dia tahu betul bagaimana ambisi besar yang dimiliki tim asal London itu di bawah kepemilikan taipan asal Rusia Roman Abramovich.
Hanya saja, lanjutnya, Chelsea sekarang sedang dalam proses. Betul, lanjutnya, Chelsea telah mengeluarkan banyak uang untuk mendatangkan pemain. Tapi sejauh ini, timnya tidak pernah benar-benar bisa tampil bersama karena berbagai alasan.
Sebagai alibi, Lampard kemudian mengingatkan berapa lama yang dibutuhkan Pep Guardiola membangun mental Man City sehingga mendapatkan gelar atau Juergen Klopp bersama Liverpool. Pep butuh waktu lebih dari satu musim sebelum melakukan sapu bersih gelar domestik.
Klopp lebih lama lagi, membutuhkan empat tahun untuk menghadirkan gelar Liga Champions dan Liga Primer ke Anfield. “Kami tahu cerita Man City dan Liverpool. Saya tidak membandingkan dengan mereka, tapi hanya bisa berbicara tentang kami, dan babak pertama menunjukkan kepada kami mengapa ini adalah periode yang sulit bagi Chelsea,” tandasnya.Masalahnya, tahun ini menjadi periode kedua Lampard di Chelsea setelah musim lalu masuk sebagai pengganti. Jika dibandingkan dengan musim lalu, perolehan poin Chelsea jauh lebih buruk. Musim lalu, The Blues memiliki rata-rata poin 1,74 per laga, sedangkan musim ini di angka 1,53.
Jika dibuat jumlah pertandingan yang sama, ada selisih tiga poin dibandingkan musim lalu. Pada musim 2019/2020, Chelsea berhasil mendapatkan 29 poin (angka yang akan membawa mereka di posisi lima besar), tapi sekarang hanya 26 angka sehingga terlempar ke peringkat delapan klasemen sementara.
Bahkan, jika ditarik lebih jauh, sejak era Abramovich. Rata-rata poin per laga Chelsea adalah yang terburuk dalam 17 tahun terakhir. Chelsea pun mungkin harus dicoret dari persaingan gelar. “Sejak mengalahkan Leeds sudah saya katakan kami tidak dalam perburuan gelar. Saya sadar itu karena membutuhkan waktu,” tambah Lampard dikutip bbc.
Lepas dari alibi Lampard , beberapa sumber mulai menyebut jika dewan direksi Chelsea sedang membuat pemetaan tentang pengganti mantan pemain timnas Inggris tersebut. Beberapa nama masuk radar sebagai skenario darurat.
Dimulai dari mantan pelatih Paris Saint Germain Thomas Tuchel, eks arsitek Juventus dan AC Milan Massimiliano Allegri, arsitek tim RB Leipzig Julian Nagelsmann termasuk Bredan Rodgers yang sekarang bersama Leicester City.
Abramovich dikabarkan membidik pelatih dengan pengalaman lebih untuk menangani skuad muda Chelsea. Jika kriteria ini, Allegri, Tuchel, dan Rodgres masuk nominasi. Masalahnya, Roman belum berpengelaman dengan pelatih asal Jerman, meski memiliki beberapa pemain asal Jerman.
Sebaliknya, Chelsea justru lebih banyak mendapatkan pelatih asal Italia pada era transisi dan meski tak semuanya sampai kontrak berakhir, mereka sukses mempersembahkan gelar ke lemari trofi Abramovich, di luar Claudio Ranieri. Carlo Ancelotti dan Antonio Conte memberikan gelar major Liga Primer, Sarri menghadirkan Liga Europa, sedangkan di Matteo trofi Liga Champions.
Sedangkan Man City, kini menghidupkan kembali perburuan gelar dengan tidak kalah 11 pertandingan terakhir. Mereka terus merangsek dan masuk ke area big five. “Penting bagi kami memenangkan salah satu pertandingan besar ini. Tahun-tahun kami menjadi juara, kami mengalahkan mereka. Ini sedikit berbeda tahun ini karena semua orang kehilangan poin,” kata gelandang Man City Kevin De Bruyne setelah pertandingan.
Mantan pemain Chelsea ini menjadi pemain terbaik pertandingan setelah bermain gemilang sebagai penyerang palsu setelah beberapa pemain tidak dalam kondisi bugar. “Kami memiliki awal yang buruk tetapi sedikit demi sedikit kembali, jadi itu hal yang baik. Hanya itu yang bisa kami lakukan sekarang,” tandas De Bruyne.