Wilayah Perbatasan Penting sebagai Buffer Zone NKRI
JAKARTA – Wilayah perbatasan masih menjadi persoalan tersendiri bagi bangsa ini. Banyaknya wilayah yang berbatasan dengan negara tetangga, membuat pemerintah memberikan perhatian lebih. Sebab, wilayah perbatasan merupakan pintu gerbang negara yang harus dijaga secara ketat.
Untuk meningkatkan pengelolaan dan pengawasan wilayah perbatasan, pemerintah pun menyiapkan anggaran khusus pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah menyiapkan dana sebesar Rp24,3 triliun untuk membenahi Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di sejumlah wilayah perbatasan Indonesia.
“Saya informasikan, sekarang itu negara memiliki anggaran untuk itu di APBN besar sekali, Rp24,3 triliun. Kalau ini dikoordinasikan dengan baik, diintegrasikan pelaksanaan dan implementasinya, kan itu hebat sekali,” ungkap Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada Rapat Koordinasi Nasional Pengamanan Perbatasan Negara Badan Nasional Pengelola Perbatasan di Hotel Pullman, Jakarta, kemarin.
Untuk penguatan PLBN, ada empat langkah yang ditempuh pemerintah. Pertama, menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan dan menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan. Kedua, menetapkan rencana kebutuhan anggaran. Ketiga, mengoordinasikan pelaksanaan. Keempat, melaksanakan evaluasi dan pengawasan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang juga Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Tito Karnavian menyebutkan, daerah perbatasan sebagai gerbang terdepan dan jendela keadaan bangsa. “Ada dimensi kawasan perbatasan untuk mengembangkan daerah perbatasan sebagai daerah Frontier. Artinya, daerah gerbang depan yang bisa menjadi jendela bagi kita menunjukkan bagaimana keadaan bangsa kita sekaligus juga menjadi buffer zone untuk negara kita, NKRI,” katanya.
Karena itu, menurut dia, persoalan di daerah perbatasan perlu ditangani serius dengan melibatkan sejumlah kementerian/lembaga terkait. Persoalan perbatasan perlu diselesaikan termasuk dengan memperhatikan pengelolaannya.
“Ada beberapa persoalan yang kita hadapi dalam mengelola perbatasan kita, baik di darat, laut, maupun udara. Di darat belum selesainya penetapan dan penegasan batas wilayah negara dengan negara tetangga pada beberapa segmen. Jadi, ada batas-batas darat yang belum selesai, belum disepakati dengan negara tetangga kita, belum maksimalnya pengawasan tanda batas negara, patok-patoknya ini belum jelas, dan juga pemeliharaannya,” ungkapnya.
Dia juga menyoroti diplomasi dengan negara tetangga perbatasan untuk menentukan batas wilayah negara. Menurut dia, batas wilayah negara perlu dipertegas dan penegasan itu harus dilakukan maksimal.
“Kemudian diplomasi perbatasan dengan daerah tetangga belum maksimal. Untuk masalah laut dan udara, belum tuntasnya batas laut dengan negara tetangga, ada 10 negara tetangga, baik laut teritorial, batas ZEE dan landasan contingent, kemudian belum selesainya penetapan batas udara Indonesia dengan negara tetangga, terutama masalah FIR (Flight Information Region),” ujarnya.
Tak kalah pentingnya adalah terkait dengan sarana dan prasarana di kawasan perbatasan yang bisa menunjang aspek keamanan. Karena itu, dia mendorong adanya teknologi dan terpadunya sistem pengamanan untuk melindungi batas negara. Di bidang pengamanan juga ada beberapa strategis sarana-prasarana pengamanan kawasan perbatasan baik darat maupun laut, jumlah pos pengaman perbatasan kuantitasnya kurang, tidak sepadan dengan daerah yang harus diawasi panjangnya.
“Kemudian teknologinya juga belum advance. Jadi, lebih banyak menggunakan cara manual, kemudian belum terpadunya sistem pengawasan aktivitas lintas batas pada jalur nonresmi, non-PLBN, dan resmi, tapi bukan PLBN, belum terbangun sistem perbatasan yang betul-betul terpadu, integrated border security system ini belum,” ujarnya.
Padahal persoalan kesejahteraan di kawasan perbatasan merupakan suatu hal yang tak terelakan. Negara juga perlu hadir di kawasan perbatasan dengan menjadikan perbatasan sebagai peluang terbuka luasnya kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
“Persoalan lain di daerah perbatasan adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar wilayah perbatasan, menjadi daerah yang banyak tertinggal, misalnya masalah kemiskinan, penduduk miskin ini cukup banyak di beberapa wilayah, meskipun ada beberapa daerah cukup baik,” kata Mendagri.
Dengan adanya BNPP sebagai pengelola daerah perbatasan, diharapkan merepresentasikan hadirnya negara di wilayah perbatasan. Tak hanya terkait dengan aspek kedaulatan dan batas wilayah, juga menyangkut kesejahteraan bagi masyarakat setempat. Sedari awal Mendagri yang bertindak sebagai Kepala BNPP juga sudah meminta daerah perbatasan dikelola dengan baik untuk menggali potensi dan dijadikan jembatan untuk berbagai bentuk pembangunan kesejahteraan.
Senada diungkapkan Pelaksana Tugas Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Suhajar Diantoro. Menurut dia, dalam pengelolaan batas wilayah negara dan lintas batas negara, diperlukan langkah-langkah sistematis dan komprehensif. Terutama untuk mewujudkan sistem pengamanan perbatasan terpadu (integrated border security system). “Skenario dari strategi kita untuk membangun perbatasan adalah bersinergi dengan semua pihak, baik kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah,” ungkapnya.
Meski digarap lintas sektoral, tapi Suhajar mengatakan, pihaknya tidak akan menghilangkan tupoksi dari daerah setempat dalam pembangunan wilayah perbatasan. “Apa yang sudah dibangun oleh bupati di wilayah itu akan tetap berjalan, kita hanya menambahkannya. Sejumlah proyek besar yang sesuai tupoksi ini akan tetap berjalan sesuai dengan tanggung jawab bupati maupun gubernur dan kewenangannya,” katanya.