Walhi Nilai Pergub Larangan Penggunaan Plastik Anies Kurang
NAGALIGA — Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan masih ada kekurangan dari Pergub Larangan Penggunaan Kantong Plastik Sekali Pakai yang baru diterbitkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Kekurangan tersebut yakni belum diakomodirnya larangan penggunaan sedotan dan styrofoam.
“Tuntutan publik sangat banyak, selain penggunaan kantong plastik sekali pakai, juga sedotan plastik dan styrofoam, tapi tidak dimasukkan (dalam Pergub),” kata Tubagus saat Diskusi Tinjauan Lingkungan Hidup Jakarta 2020, di Kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (8/1).
Ia mengatakan, penggunaan kedua materi tersebut sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Bahkan Pemprov DKI pun, kata dia, sering mengeluhkan keberadaan kedua materi yang mencemari sungai dan laut Jakarta tersebut.
“Kepala dinas lingkungan hidup di awal 2019 sudah bicara nanti akan diakomodir hal tersebut, namun tidak ada. Kita juga dijanjikan kebijakan ini awal 2019, tapi baru sekarang,” ucap dia.
Meski masih ada kekurangan, ia mengaku tetap mengapresiasi langkah Pemerintah DKI Jakarta karena telah mengeluarkan Pergub tersebut. Menurut dia, saat ini yang perlu diawasi adalah implementasi dari Pergub tersebut.
“Karena baru berlaku Juli nanti. Kalau dari segi sanksi lumayan,” kata dia.
Diketahui, Pemerintah Daerah DKI Jakarta menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat.
Dari keterangan tertulis Dinas Lingkungan Hidup, pelarangan kantong plastik sekali pakai tertuang dalam Pasal 5 yang berisikan sebagai berikut:
(1) Pengelola Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat wajib menggunakan Kantong Belanja Ramah Lingkungan.
(2) Terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat dilarang menggunakan Kantong Belanja Plastik Sekali Pakai
Dalam aturan itu, akan diberikan sanksi bagi para pengusaha yang tidak menaati aturan. Sanksi diberikan secara bertahap mulai dari teguran hingga pencabutan izin yang tertuang dalam Pasal 29. Pasal itu mengatur mengenai saksi yang bisa berupa teguran tertulis, uang paksa, pembekuan izin, dan/atau pencabutan izin.
Selain sanksi, pemerintah daerah juga akan memberikan intensif bagi pusat perbelanjaan yang mengikuti aturan tersebut yang tertulis dalam Pasal 20. Dalam hal ini insentif fiskal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk pengurangan dan/atau keringanan pajak daerah terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan/atau pasar rakyat.