Tolak UU Cipta Kerja, Serikat Buruh Akan Mogok Kerja Hingga Lumpuhkan Aktivitas Pelabuhan Tanjung Priok
Tolak UU Cipta Kerja, Serikat Buruh Akan Mogok Kerja Hingga Lumpuhkan Aktivitas Pelabuhan Tanjung Priok
TEMPO.CO, Jakarta – Wakil Ketua Serikat Buruh Transportasi Nasional (SBTN), Burhanuddin, menyatakan pihaknya akan melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang disahkan oleh DPR RI pada Selasa lalu, 21 Maret 2023. Dia bahkan mengancam aksi mogok massal itu akan melumpuhkan Pelabuhan Tanjung Priok.
Burhanuddin menyatakan aksi mogok massal itu akan mereka lakukan jika pemerintah dan DPR tak menggubris tuntutan mereka agar UU tersebut dicabut. Dia menyatakan, seluruh rekannya yang bekerja sebagai buruh di Pelabuhan Tanjung Priok siap mogok hingga aktivitas di sana terhenti.
“Kami seluruh serikat di pelabuhan Tanjung Periok akan siap aksi melumpuhkan pelabuhan Tanjung Periok,” ujarnya saat di konferensi pers Aksi Massa Menolak Perppu Ciptakerja, di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Ahad, 26 Maret 2023.
Burhanuddin menilai UU Cipta Kerja tidak berpihak pada buruh. Dia menjelaskan sejumlah pasal dalam UU tersebut yang dinilai merugikan para pekerja. Diantaranya adalah soal pengaturan upah minimum, mudahnya aturan soal pemecatan hingga soal cuti hamil bagi pekerja perempuan yang dihapuskan.
“Karena itu sangat merugikan kita, sangat merugikan buruh, sangat merugikan bangsa Indonesia,” ujarnya.
Tak akan pilih partai yang menyetujui pengesahan Perpu Cipta Kerja
Tak hanya itu, Burhanuddin pun menyatakan bahwa para pekerja tak akan memilih partai politik yang menyetujui pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi undang-udang. Dia menyatakan mereka hanya akan memilih partai yang mendukung hak-hak buruh.
“Saat itu juga kita semua tidak akan memilih partai-partai yang ikut mengesahkan UU Cipta Kerja, kita semua tidak akan memilih partai itu,” ujarnya.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan manuver pemerintah Jokowi menerbitkan Perppu Ciptakerja dan kemudian disusul pengesahannya sebagai UU Ciptakerja oleh DPR RI, merupakan serangan brutal terhadap prinsip negara hukum.
“Dalam hukum disebut bikin Perpu harus ada emergency, harus darurat. Ini dimana daruratnya?,” ujarnya saat ditemui di depan Gedung DPR RI, Ahad, 26 Maret 2023.
Isnur memaparkan bagaimana proses Perpu Cipta Kerja tersebut disusun dan diperbaiki lebih dari setahun oleh pemerintahan Presiden Jokowi. Selain itu, dia juga menyinggung soal langkah DPR yang baru menyetujui perpu tersebut tiga bulan setelah diterbitkan pemerintah.
“Tidak ada sama sekali kedaruratannya,” ujarnya.
Isnur pun menilai Perpu Cipta Kerja turut menyerang demokrasi di Indonesia. Dia menilai pemerintah dan DPR RI tak lagi mendengarkan suara rakyat, kepentingan rakyat, kehendak rakyat, pelindungan rakyat serta kemanusian dan keadilan. Menurut dia, pemerintah dan DPR lebih mendahulukan kepentingan investor.
“Kepentingan penanam modal, kepentingan cukong, kepentingan uang,” ucapnya.
Alasan yang diajukan pemerintah bahwa Perpu tersebut lahir untuk menjawab tantangan ekonomi global, menurut Isnur, merupakan bukti bahwa pemerintah saat ini otoriter. Wacana-wacana atau dalil mendesak yang dikeluarkan pemerintah menggolkan UU Ciptakerja ini menurut YLBHI mengada-ada.
“Justru pemerintah membuat dalil dan argumentasi seakan darurat. Dengan kondisi mengada-adanya emergency itu, menunjukan ciri bagian negara ototarian,” kata Isnur.
Dia menambahkan, UU Cipta Kerja menyerang Hak Asasi Manusia (HAM). Pasalnya, dengan undang-undang tersebut, maka hak hidup, hak pekerjaan, hak tempat tinggal, hak sejahteraan para buruh bisa hilang kapan pun.
“Kapan pun bisa renggut, kapanpun bisa dirampas,” ujarnya.
Polemik Perpu Cipta Kerja
Pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi undang-undang pada pekan lalu mengundang polemik. Pasalnya, pengesahan perpu itu dinilai sebagai bentuk dari ketidakpatuhan pemerintah dan DPR terhadap putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja inskonstitusional terbatas.
Dalam putusannya, MK memerintahkan pemerintah dan DPR untuk melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja, terutama dalam hal proses pembentukannya yang dinilai tidak melibatkan masyarakat luas.
Alih-alih mematuhi putusan MK itu, Presiden Jokowi malah menandatangani Perpu Cipta Kerja pada akhir Desember 2022. Polemik lain pun menyusul karena alasan pemerintah soal kegentingan memaksa dianggap mengada-ada.
Tak hanya itu, DPR pun ternyata gagal mengesahkan UU Cipta Kerja dalam masa sidang sebelumnya. Padahal, dalam UUD 1945 tertulis jelas bahwa sebuah Perpu harus disahkan dalam masa sidang berikutnya.