Terdampak Pandemi Corona, 56% Sekolah Swasta Alami Kesulitan Finansial
JAKARTA – Sebanyak 56% sekolah swasta di Indonesia mengalami kesulitan keuangan karena wabah virus corona (Covid-19). Sekolah meminta pemerintah membantu biaya operasional.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, survei yang dilakukan Kemendikbud menyebutkan 60% siswa yang di sekolah negeri dan swasta meminta agar SPP dibayar 50%. “Survei yang kami lakukan, sekitar 56% sekolah swasta yang ada minta agar pemerintah membantu pada masa krisis ini,” ujar Hamid di Jakarta kemarin.
Dia menuturkan, wabah corona membuat sejumlah orang tua siswa mengalami masalah keuangan yang berkorelasi dengan kemampuan membayar SPP. Padahal, operasional sekolah swasta sebagian besar masih mengandalkan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang berasal dari siswa. “Untuk SD dan SMP negeri tidak masalah karena mereka tidak membayar SPP, namun untuk SMA dan SMK negeri maupun sekolah swasta memiliki kewajiban untuk membayar SPP,” ucapnya.
Hamid menjelaskan, pada SMA dan SMK negeri yang menentukan jumlah pembayaran SPP itu dinas pendidikan. Dia meminta agar sekolah berkonsultasi dengan dinas pendidikan jika ada kemungkinan opsi penurunan SPP. “Nah yang paling berat itu sekolah swasta karena belum ada skema khusus untuk membantu mereka,” katanya.
Saat ini Kemendikbud telah melonggarkan batasan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) serta BOP PAUD dan kesetaraan, tidak ada lagi batasan maksimal 50% untuk gaji guru honorer. “Bahkan ekstremnya bisa digunakan untuk pembayaran gaji guru honorer seluruhnya, dengan catatan tidak ada untuk pembelian pulsa atau kuota internet maupun langganan layanan pendidikan berbayar,” ucap Hamid.
Kesulitan finansial juga dialami kalangan perguruan tinggi swasta. Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) bahkan meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membantu para mahasiswa swasta dengan memberikan beasiswa seperti yang diberikan kepada para siswa di sekolah dasar dan menengah.
“Mestinya Menteri Nadiem meminta Presiden memberikan banyak beasiswa ke perguruan tinggi swasta karena SD, SMP, dan SMA sudah ada BOS dan sudah ditanggung oleh pemerintah daerah dan pusat,” kata Ketua Aptisi, Budi Djatmiko.
PTS menjadi lembaga pendidikan tinggi yang paling terdampak pandemi Covid-19. Kesulitan finansial sebagian besar orang tua mahasiswa membuat keterlambatan pembayaran biaya kuliah. Padahal, sebagian besar pemasukan PTS didapatkan dari dana mahasiswa. Terlebih, banyak PTS yang mahasiswanya tidak sampai 1.000 orang.
“PTS yang memiliki mahasiswa di bawah 1.000 itu berjumlah 80 persen dari total PTS (sekitar 3.164 PTS). Maka, semestinya Kemendikbud memberikan perhatian kepada kelompok PTS ini,” lanjut Budi.
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendesak pemerintah segera merumuskan bailout pendidikan, khususnya bagi manajemen PTS terdampak Covid-19. “Kami meminta segera mendata PTS mana saja yang terancam keberlanjutannya karena terdampak Covid-19 dan merumuskan skema bantuan untuk mereka sehingga PTS-PTS tersebut tetap bisa memberikan layanan pendidikan ke peserta didik,” ujarnya.
Syaiful Huda menjelaskan, penyebaran wabah Covid-19 memberikan efek domino bagi pengelolaan PTS di Indonesia. Pertama, Covid-19 memaksa lembaga-lembaga pendidikan, termasuk PTS, untuk melakukan pembelajaran jarak jauh dengan sistem daring. Kondisi ini membuat PTS harus menyediakan berbagai perangkat pembelajaran online seperti bandwith internet dalam jumlah besar, e-book, video, hingga aplikasi diskusi online berbayar.
“Berbagai perangkat belajar jarak jauh ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga manajemen PTS terpaksa mengeluarkan biaya ekstra untuk penyelenggaraannya. Apalagi, PTS-PTS di daerah-daerah yang selama ini mengandalkan kuliah tatap muka dalam menyampaikan materi pembelajaran,” katanya.
Dampak kedua, kata Huda, adalah keterlambatan pembayaran biaya kuliah oleh para mahasiswa PTS. Kondisi ini terjadi karena wabah Covid-19 banyak memberikan pukulan di bidang ekonomi sehingga banyak orang tua mahasiswa yang kesulitan mengalokasikan anggaran untuk biaya kuliah anak mereka. Padahal, selama ini sumber pemasukan utama PTS itu dari biaya kuliah para mahasiswa. ”Keterlambatan pembayaran dari mahasiswa memberikan dampak lanjutan seperti keterlambatan gaji dosen dan karyawan hingga minimnya dana kegiatan akademik lain,” katanya.
Politisi PKB ini mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merumuskan skema bantuan untuk PTS-PTS yang mengalami kesulitan finansial selama wabah Covid-19. Selama ini, pemerintah telah mempunyai program bantuan bagi PTS melalui skema Program Pembinaan Perguruan Tinggi Swasta (PP-PTS). Bagi Huda, skema ini perlu diperluas dengan mengakomodasi PTS-PTS terdampak wabah Covid-19 sebagai salah satu objek sasaran program.
“Syarat PP-PTS yang selama ini bertumpu pada capaian akademik seperti penyelesaian program akademik tepat waktu, masa studi sesuai kurikulum, minimnya jumlah mahasiswa drop-out, dan sebagainya, sudah saatnya diperingan dengan memasukkan PTS terdampak Covid-19 sebagai objek sasaran program,” katanya.