Siti Fadilah Supari: Indonesia Tak Mendapat Manfaat dari Laboratorium Namru
JAKARTA – Indonesia dinilai belum memiliki kesiapan dalam menghadapi ancaman biologi. Laboratorium khusus misalnya, untuk menangkal ancaman biologi, sejauh ini belum ada. Di Indonesia sebenarnya pernah berdiri Laboratorium Namru milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Namun laboratorium riset ancaman biologi tersebut tidak memberikan manfaat, sehingga dibubarkan Pemerintah RI pada 2008.
Laboratorium Namru didirikan pada 1970-an. Meski bercokol sekitar 30 tahun, keberadaan laboratorium di Jalan Percetakan Negara Jakarta Pusat dianggap belum memberikan sumbangan bagi Indonesia dalam menghadapi ancaman biologi.
Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan RI periode 2004-2009 menyatakan Indonesia tidak memperoleh banyak manfaat dari Laboratorium Namru. “Menurut saya manfaatnya jauh lebih kecil dibandingkan kerugiannya sebagai negara merdeka,” katanya dalam wawancara dengan wartawan lewat telepon seluler.
Keberadaan laboratorium asing tersebut dinilai Fadilah merupakan bentuk penjajahan. “Kalau Namru memang harus ditutup,” katanya
Jika pun Namru masih ada, sumbangannya terhadap pencegahan pandemi Covid-19 tidak signifikan. Sejauh ini hasil-hasil penelitian Laboratorium Namru tidak diserahkan ke Indonesia. “Indonesia bingung menghadapi pandemi bukan karena tidak ada Namru, tetapi memang karena bingung sendiri tidak mengira pandemi separah ini,” ujar Fadilah.
Menurut dokter spesialis jantung ini, Indonesia mengalami kemunduran dalam penanganan ancaman biologi. Sebelumnya Badan Intelejen Negara (BIN) pernah memiliki Divisi Nubika (Nuklir, Biologi, dan Kimia) yang mengurus ancaman biologi. Sayangnya Divisi Nubika ini dibubarkan. “Saya sendiri tidak tahu kenapa dibubarkan,” tutur Fadilah.
Siti Fadilah Supari dikenal sebagai Menteri Kesehatan yang berhasil menangani ancaman biologi. Pada eranya, flu babi dan flu burung berhasil dicegah untuk tidak berkembang menjadi pandemi.
“Dulu saya bekerja sama dengan BIN. Untuk menghadapi ancaman biologi, Indonesia membutuhkan sistem perlindungan yang komprehensif bagi rakyat semesta. Dengan demikian negeri ini siap menghadapi pandemi apapun,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2010-2014.
Indonesia untuk menghadapi ancaman biologi harus memiliki wadah, sumber daya manusia, alat-alat dan perangkat lain. Satgas misalnya perlu dibentuk satgas bencana kesehatan. “Banyak yang harus dibangun, kita belum punya apa-apa,” kata alumnus Fakultas Kedokteran UGM ini.
Laboratorium Fort Detrick adalah laboratorium milik Angkatan Darat Amerika Serikat, terletak di Maryland. Laboratorium ini mempelajari material menular mematikan seperti ebola dan cacar. Laboratorium Fort Detrick ditutup pada 19 Agustus 2021. Penutupan ini sempat mengundang perhatian publik dan mempertanyakan kaitannya dengan Covid-19 yang muncul pada akhir 2019.
“Tetapi Anda dan saya adalah orang-orang yang tidak punya power untuk mengatur mereka,” kata Siti Fadilah.
Lebih lanjut Siti Fadilah menegaskan Indonesia harus berdaulat sendiri memimpin pencegahan ancaman biologi. Agar bisa terjadi, pimpinan penanggulangan harus orang yang menguasai substansi pandemi. “Dengan demikian bisa membuat strategi yang scientifically sesuai dengan seharusnya,” katanya.
Dalam penanganan pandemi saat ini, Siti Fadilah menilai tidak ada kemajuan pemikiran ilmiah yang substantif. Semua kebijakan berdasar Standard Operating Procedure (SOP) sebelumnya.
Ia juga menyayangkan kerja sama antara ilmuwan, BIN, dan TNI secara substansial terkesan belum terbangun dengan baik. Indonesia seharusnya memiliki strategi sendiri. “Perencanaan yang sudah dibuat secara normatif atas petunjuk WHO bisa dijalankan dengan strategi yang kita pastikan berdasarkan analisa data nasional yang valid,” kata Siti Fadilah Supari.