Serbuan Impor Tekstil Ilegal Dihadang Menkeu Sri Mulyani
JAKARTA – Penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), terkait laporan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang dirugikan serbuan tekstil impor ilegal membuahkan hasil. Menyusul diterbitkannya bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) dalam peraturan menteri keuangan (PMK) oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
“Kebijakan BMTPS dalam tiga PMK itu berlaku bagi produk impor dari semua negara. Langkah pengamanan ini berlaku selama 200 hari sejak diundangkan 5 November 2019 (sampai enam bulan atau Mei 2020),” ujar Menkeu Sri Mulyani dalam rilisnya, Rabu (13/11/2019).
PMK nomor 161/2019 BMPTS untuk produk benang yang diimpor mulai dari Rp 1.405/kg, PMK nomor 162/2019 BMTPS untuk produk kain yang diimpor mulai dari Rp1.318/meter hingga Rp 9.521/meter serta tarif ad valorem berkisar 36,30% hingga 67,70%, dan PMK nomor 163/2019 untuk produk tirai yang diimpor sebesar Rp41.083/kg.
Sebelumnya diberitakan KPPI Kementerian Perdagangan menerima pengaduan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), 12 September 2019, dan dimulainya penyelidikan pada 18 September 2019 serta menunggu tanggapan pihak berkepentingan sampai 15 hari ke depan atau sampai 3 November 2019. “Berdasarkan penyelidikan awal KPPI menemukan anggota API mengalami kerugian serius akibat lonjakan (serbuan) impor tekstil dimaksud yaitu 107 jenis kain, enam (6) jenis benang, dan delapan (8) jenis tirai,” ungkap ketua KPPI, Mardjoko, waktu itu.
Kerugian Serius
Data Badan Pusat Statistik (BPS) periode 2016—2018 dan semester I/2019, volume impor benang yang dimintakan perlindungan masing-masing 10.036 ton, 15.846 ton, dan 20.922 ton, dari negara Cina, Thailand, Turki, Vietnam, dan India. Impor terbesar dari Cina sebanyak 67,42 persen pada 2018, sebesar 72,50 persen (2017), dan 66,17 persen (2016) dari total impor Indonesia.
Sementara impor kain berasal dari Cina, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan, dengan volume terbesar asal Cina dengan pangsa impor sebesar 67,86 persen pada 2018, kemudian 63,61 persen (2017), dan 61,42 persen pada 2016 dari total impor Indonesia.
Sedangkan volume impor tirai berasal Cina & Singapura tercatat 410 ton pada 2016, melonjak 336,21persen menjadi 1.778 ton (2017), dan 86,75persen menjadi 2.500 ton (2018) dengan pangsa impor terbesar asal Cina sebanyak 90,53 persen pada 2018, kemudian 86,75 persen (2017), dan 60,49 persen pada 2016 dari total impor Indonesia.