Sekolah di Zona Hijau Dibuka, Akan Ditutup Jika Ada Kasus Corona
JAKARTA – Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), telah mengizinkan sekolah di zona hijau atau bebas dari paparan Covid-19 untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Namun, keputusan akhir apakah siswa akan kembali masuk sekolah berada di tangan orang tua.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada Kemendikbud, Hamid Muhammad, mengatakan, jika ada di antara orang tua yang tidak mau mengirim siswanya maka sekolah tidak boleh memaksa.
“Sekolah harus menyiapkan dua pola pembelajaran. Bagi yang mau tatap muka, silakan tatap muka. Bagi yang tidak mau, tetap dengan pendidikan jarak jauh. Ini opsi yang harus dilakukan. Intinya bukan kewajiban, tapi ini pilihan,” katanya melalui telekonferensi dengan topik Pendalaman Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19 kemarin.
Dia juga menjelaskan bahwa Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 memang telah menetapkan zona hijau, namun masing-masing pemerintah daerah tetap memiliki dua opsi, yakni bisa membuka sekolah di daerahnya atau tidak.
Hamid menyampaikan, pemerintah daerah harus berkonsultasi dengan gugus tugas di daerah, ikatan dokter, dan ahli epidemiologi untuk menentukan apakah daerahnya benar-benar masuk kategori zona hijau. Setelah mendapat kepastian pemerintah daerah bisa memberikan izin kepada sekolah untuk membuka kembali pelajaran dengan cara tatap muka.
Setelah sekolah diberikan izin, ada protokol wajib yang harus dipenuhi sekolah sesuai dengan panduan yang diberikan Kemendikbud. Hamid menegaskan, jika sekolah memenuhi daftar kelayakan yang dibuat Kemendikbud, sekolah itu benar-benar boleh buka. Namun, kalau dinyatakan belum layak, maka belum boleh dibuka. Jika sekolah dibuka kembali namun dalam waktu 1-2 minggu berikutnya ada kasus positif corona, pemerintah daerah wajib menutup kembali sekolah tersebut.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSG) Satriwan Salim mengatakan, berdasarkan survei yang dibuat FSGI, ada 55,1% responden guru/kepala sekolah atau 908 orang menjawab sekolah belum memenuhi semua kebutuhan pokok dalam menghadapi kenormalan baru. Komponen pokok yang perlu disiapkan adalah protokol kesehatan yang dibuat pemerintah pusat dan daerah, sosialisasi kepada orang tua dan siswa.
Selain itu, aturan teknis di sekolah seperti pengaturan jam belajar, shift, jadwal guru, masker, dan lainnya, kesiapan guru, kesiapan sarana pendukung new normal, kesiapan manajemen sekolah, anggaran, dan lainnya.