RUU Cipta Kerja Segera Disahkan, Jadi Stimulus Dongkrak UMKM
JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja segera disahkan. Ini sudah lama dinanti-nantikan oleh masyarakat, khususnya pelaku kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Pelaku UMKM yang selama ini menjadi salah satu sektor yang terdampak pandemi Covid-19 (virus Corona), diharapkan segera bangkit dengan disahkannya RUU Cipta Kerja.
Anggota Panja RUU Cipta Kerja Andreas Eddy Susetyo mengungkapkan melalui RUU Cipta kerja diharapkan akan mendongkrak keberadaan UMKM, sehingga menjadi lebih eksis dalam perekonomian nasional, terutama di masa pandemi seperti sekarang.
“RUU Cipta Kerja memberikan berbagai insentif dan kemudahan atau stimulus, sehingga membuka peluang bagi sektor UMKM untuk lebih berkembang,” papar anggota Panja yang juga anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan ini dalam keterangannya, Kamis (1/10/2020).
Dengan berkembangnya UMKM diharapkan peran sektor ini sebagai penyangga utama perekonomian nasional semakin kuat sehingga dampak lebih dalam ancaman resesi yang diprediksi akan terjadi di Indonesia dapat diminimalisasi.
Beberapa stimulus bagi UMKM yang tertuang di RUU Cipta Kerja, misalnya memberikan kesempatan sektor usaha tumbuh lebih cepat melalui kemudahan perizinan.Pengembangan sektor UMKM melalui RUU Cipta Kerja ini akan mengarahkan pada penyederhana perizinan bgi UMKM, misalnya kegiatan UMKM yang berdampak lingkungan juga akan dibantu pemerintah pusat dan daerah untuk menyusun Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
RUU Cipta Kerja diyakini bisa memberi manfaat bagi sektor usaha yang selama ini mengalami kendala. Antara lain izin yang berbelit-belit, izin yang terlalu banyak, proses terlalu lama dan biaya tinggi. RUU Cipta memberikan kemudahan bagi UMKM untuk mendirikan PT. Caranya, dengan menghapuskan persyaratan modal Rp50 juta. Cukup satu orang pelaku sudah bisa mendirikan UMKM berbadan hukum PT.
Selain itu, dalam mendirikan PT tidak memerlukan akta notaris pendirian perusahaan, hanya membutuhkan pernyataan perseroan yang dilakukan secara elektronik dan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Pendekatan RUU Cipta Kerja dalam izin berusaha adalah “risk based approach” (pendekatan berbasis risiko). Sedangkan selama ini pendekatannya adalah “lisence based approach” (pendekatan berbasis izin) yang berlapis-lapis, baik tingkat kantor administrasi maupun tingkat regulasi. “Dengan semakin mudahnya izin serta semakin murahnya biaya-biaya untuk mengurus izin itu membuat sektor usaha kembali bergairah,” ujar Andreas.
RUU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan bagi UMKM untuk mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang merupakan perizinan tunggal. NIB ini berlaku untuk beberapa kegiatan seperti perizinan usaha, izin edar, SNI dan sertifikasi jaminan produk halal.
Secara spesifik, RUU Cipta Kerja juga mengatur agar investasi yang masuk pada sektor UMKM diarahkan melalui kemitraan, sehingga keberadaan usaha skala besar bersinergi dengan pelaku UMKM. Efek lebih luas adalah meningkatkan daya saing UMKM sehingga kompetitif di pasar yang lebih luas.
Realisasi konkret kemitraan dengan UMKM ini antara lain m program pembinaan dan pendampingan berkelanjutan, di bidang produksi hingga pemasaran. Melalui RUU Cipta Kerja tersebut, sektor UMKM juga akan mendapat kepastian lokasi usaha di tempat fasilitas publik seperti rest area jalan tol yang selama ini didominasi usaha besar.
Akses pembiayaan yang selama ini menjadi kendala utama pelaku UMKM juga tak luput dari misi RUU ini, di antaranya fasilitas kemudahan pada akses pembiayaan.
“Kebijakan diarahkan agar usaha mikro dan kecil dapat dijadikan jaminan kredit sehingga lembaga pembiayaan akan melihat aspek kelayakan usahanya, tidak lagi lagi sekedar berorientasi jaminan.Bahkan akan disediakan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membiayai kegiatan pemberdayaan dan pengembangan UMK,” papar Andreas.
Tak ketinggalan, dalam RUU juga menyiapkan insentif di bidang perpajakan bagi UMKM berupa kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan.