PSBB Total Pusat dan DKI Jakarta Harus Sinkron dan Satu Komando
JAKARTA – Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total di Jakarta butuh arahan yang jelas dan tegas, serta satu komando. Pusat dan DKI Jakarta harus sinkron. Kalau kebijakan pusat dan daerah tidak sinkron masyarakat bingung dan akhirnya tidak peduli.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani yang menilai ketidaksinkronan kebijakan pusat dan daerah (DKI Jakarta) terkait pemberlakuan PSBB).
“Jika kebijakan seringkali tidak sinkron, jangan salahkan jika masyarakat tidak peduli, tidak disiplin dan bertindak semaunya. Akhirnya upaya menarik rem darurat untuk menahan laju kasus Covid-19 menjadi sia-sia,” kata Netty dalam keterangan persnya, Senin (14/9/2020).
Menurut Netty, langkah yang diambil Gubernur DKI mengembalikan aturan PSBB seperti di awal pandemi sudah tepat karena lonjakan kasus positif nyaris tidak terkendali dan angka kematian meningkat, sementara fasilitas kesehatan berapa ruang isolasi dan ICU semakin terbatas.
“Ibukota menyumbang angka kenaikan kasus baru Covid-19 paling tinggi. Ketersediaan fasilitas ruang isolasi dan ICU di rumah sakit nyaris penuh. Jika tidak ada langkah darurat, bahaya kesehatan yang lebih besar akan mengancam Jakarta. Apalagi kita tahu, perkantoran adalah salah satu klaster penularan Covid-19,” ujarnya.
Oleh karena itu, Netty meminta pemerintah segera melakukan evaluasi darurat terkait penanganan pandemi, utamanya sinkronisasi kebijakan pusat dengan daerah. Pemerintah Pusat seharusnya lebih sigap dan cepat tanggap dengan kondisi darurat, juga melakukan koordinasi dan komunikasi efektif dengan pemerintah daerah dalam penanganan pandemi. Jangan justru kaget dan baru berkoordinasi setelah ada masalah.
Legislator Fraksi PKS itu juga meminta agar langkah kepala daerah yang berorientasi pada keselamatan rakyat harus didukung pemerintah pusat. “Mengingat Jakarta adalah Ibu Kota Negara, juga etalase Indonesia. Jika Jakarta terpuruk, kalah perang melawan Covid-19, imbasnya akan serius. Bahkan sekarang sudah 59 negara menutup pintu bagi WNI,” pungkas Netty.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meminta seluruh perkantoran menerapkan work from home (WFH), kecuali 11 sektor esensial. Namun, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyarankan agar 50 persen karyawan tetap bekerja bergiliran.