Polisi: Gugatan OC Kaligis soal Payment Gateway Salah Alamat
NAGALIGA — Gugatan pengacara senior OC Kaligis terhadap Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya terkait kasus korupsi payment gateway dinilai salah alamat. Sebagai pihak tergugat, polisi mengatakan seharusnya aduan dilayangkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), bukan secara perdata.
“Dimohon majelis untuk mempertimbangkan kedudukan hukum [legal standing] penggugat, karena penggugat dalam mengajukan gugatannya adalah atas nama pribadi penggugat,” ujar tim biro hukum Polda Metro Jaya, AKBP Nova Irone Surentu, dalam berkas dupliknya di PN Jaksel, Jakarta, Rabu (27/11).
Dalam hal ini, Kaligis mempermasalahkan kasus dugaan korupsi payment gateway di Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Walhasil, Kaligis menggugat Bareskrim Polri agar kasus itu diusut kembali. Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya ikut terseret sebagai tergugat II.
Kaligis meminta Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menolak eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh Bareskrim Polri terkait gugatan terhadap kasus dugaan korupsi payment gateway.Kepolisian menyebutkan, Kaligis pernah mengajukan gugatan praperadilan terkait kasus tersebut. Akan tetapi, gugatan praperadilan itu ditolak hakim karena Kaligis tidak memiliki legal standing.
Selain itu, kata Nova, kedua institusi pemerintahan yang digugat oleh Kaligis merupakan pejabat pemerintahan yang telah diatur secara khusus melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019. Disebutkan, badan peradilan yang berwenang untuk mengadili gugatan tersebut adalah PTUN.
Sementara itu, anggota tim biro hukum Bareskrim Polri, Hapsoro Wahyu mengatakan bahwa gugatan OC Kaligis tidak dapat diuji di ranah perdata. Pasalnya, perkara tersebut berada di ranah pidana.
“Mohon Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara aquo dalam putusan sela menyatakan pengadilan tidak berwenang mengadili dan memutus perkara a quo,” kata Hapsoro dalam berkas dupliknya.
Kaligis menilai, Bareskrim Polri tidak memberikan kepastian hukum terkait kasus yang menjerat mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana ini. Kasus itu, menurut Kaligis, tidak jelas penanganan sampai saat ini.
“Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Denny Indrayana, yang katanya sebagai pejuang anti korupsi,” kata Kaligis melalui berkas repliknya.
Sebagai informasi, kasus dugaan korupsi implementasi program pembayaran paspor secara elektronik atau payment gateway di Kemenkumham pertama kali menyeruak ke publik pada Maret 2015.
Polisi kemudian menetapkan Denny Indrayana yang waktu itu masih menjadi Wakil Menkumham sebagai tersangka dalam kasus tersebut.