Polda Metro Pastikan Tak Ada Aktor Lain di Balik Aksi Penembakan Kantor MUI Pusat
Polda Metro Pastikan Tak Ada Aktor Lain di Balik Aksi Penembakan Kantor MUI Pusat
TEMPO.CO, Jakarta – Polisi memastikan pelaku penembakan kantor MUI Pusat, Mustopa NR, tidak termasuk dalam jaringan teroris. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi menuturkan, pria berusia 60 tahun itu bergerak sendirian ketika beraksi.
“Kemudian tidak terkooptasi dengan ideologi agama yang bersifat ekstrem. Tidak ada aktor yang ada di belakangnya,” kata Hengki saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, 5 Mei 2023.
Sebelumnya, Mustopa menyerang kantor MUI Pusat sendirian dengan menumpang taksi online. Aksinya yang menembak dengan senjata air gun itu menyebabkan tiga orang terluka.
Saat pertama kali ditangkap, Mustopa tidak sadarkan diri. Dokter Puskesmas Menteng kemudian menyatakan dia tewas.
Fakta bahwa tak ada aktor di belakang aksi Mustopa terungkap setelah Polda Metro berkoordinasi dengan Detasemen Khusus 88 Anti Teror atau Densus 88. Polisi hendak melacak jejak Mustopa semasanya hidup.
Hasilnya bahwa Mustopa selama ini mencari pengakuan dirinya sebagai wakil nabi sejak 2003. Menurut Hengki, pihaknya telah memverifikasi informasi tersebut kepada saksi dan pihak-pihak yang pernah berinteraksi dengan Mustopa.
“Hal ini sejalan dengan hasil penyelidikan kami terhadap 39 orang saksi, baik terhadap internal MUI yang ada di Jakarta, MUI pusat, juga MUI Lampung, warga sekitar, keluarga dan pihak-pihak lain, termasuk terkait dengan senjata,” ujarnya.
Mustopa pun beberapa kali mengirimkan surat kepada pejabat tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga presiden sejak 2003. Bahkan, dia pernah menyampaikan langsung kepada DPRD Lampung soal pengakuan dirinya sebagai wakil nabi pada 2016.
Hengki berujar, Mustopa tidak masuk dalam kategori orang hilang akal dan mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Buktinya, pelaku penembakan kantor MUI itu pernah melakukan tindak pidana perusakan dan dijerat Pasal 406 KUHP. “Dan divonis tiga bulan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang,” kata Hengki.