PKS Ajak Parpol Lain Ajukan Judicial Review Aturan Presidential Threshold
Jakarta – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu menyinggung upaya judicial review pada aturan presidential threshold. Dia juga mengajak partai politik lain agar bisa memberikan alternatif calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu mengacu ambang batas suara.
“Sudah selayaknya lah kita sebagai elemen-elemen partai politik, syukur-syukur dalam era kolaborasi, pada hari ini kita bisa melakukan judicial review terhadap ketentuan presidential threshold 20 persen ini,” katanya dalam sambutan acara Milad ke-20 PKS di Istora Senayan, Jakarta, 27 Mei 2022.
Menurut Syaikhu, presidentsial threshold 20 persen menghambat partai politik, termasuk PKS, mengusung kader di Pilpres. Dia mengklaim, tidak adanya ambang batas presiden tersebut justru bisa menghindari polarisasi.
Ahmad Syaikhu menyatakan bahwa PKS siap berkolaborasi dengan partai lain untuk melahirkan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2024. Termasuk juga melakukan judicial review jika ada partai lain yang ingin ikut serta.
“Kami ingin mengurangi potensi konflik di tengah masyarakat dengan tidak terjadinya pembelahan akibat hanya adanya dua pasang calon misalnya,” ujarnya.
Saat ini, kata Syaikhu, masyarakat perlu melakukan politik kolaborasi, dan bukan segregasi dan polarisasi. Berbagai elemen dianggap ikut bertanggung jawab untuk mengatasi masalah perpecahan yang terjadi di masyarakat.
Dia mengatakan, kontes politik semestinya berlomba memperjuangkan nilai-nilai kebaikan. Maka penerapannya harus menghindari rasa curiga dan tidak menanam bibit permusuhan.
“Luka-luka harus kita sembuhkan. Rasa sakit harus kita pulihkan. Halaman baru politik Indonesia harus kita bentangkan bersama,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, presidential threshold merupakan ambang batas suara yang harus diperoleh oleh partai politik dalam pemilihan umum agar bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Sistem ini di Indonesia pertama kali diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Kemudian saat ini diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.