Petinggi PT AP II Akui Sempat Tolak Beri Uang Muka Proyek BHS
NAGALIGA — Direktur Pelayanan dan Fasilitas Bandara PT Angkasa Pura (AP) II Persero, Ituk Herarindri, menyebut dirinya sempat menolak permintaan uang muka yang diajukan oleh anak perusahaan, PT Angkasa Pura Propertindo (APP).
Menurut Ituk, uang muka itu awalnya digunakan PT APP untuk melakukan proyek Semi Baggage Handling System (BHS) di PT AP II.
Hal ini diungkap Ituk saat bersaksi dalam sidang lanjutan dengan terdakwa mantan Direktur Keuangan PT AP II Andra Y. Agussalam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (26/2).
Dalam perkara ini, Andra didakwa menerima suap US$71.000 atau Rp990 juta dan S$96.700 atau sekitar Rp964 juta dari Direktur PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti) Darman Mappangara.
Suap diberikan agar Andra selaku mantan Dirkeu PT AP II memuluskan PT Inti menggarap proyek BHS. Menurut Ituk, perjanjian pengerjaan proyek BHS diteken pada 11 Januari 2019. Proyek disetujui menelan biaya hingga Rp143,8 miliar.
“PT APP akan menerima uang muka 15 persen dari jumlah itu. Itu sekitar Rp21 miliar,” kata Ituk.
Akan tetapi, Ituk menyebut Direktur PT APP Wisnu Raharjo baru mengajukan permohonan uang muka pada April 2019. Permohonan itu disampaikan kepadanya melalui Executive General Manager Airport Construction Marzuki Battung selaku anak buah Ituk.
Saat itu, Ituk merasa aneh uang muka baru diminta pada April. Menurutnya, selisih waktu antara penandatanganan kontrak dengan permintaan uang muka terlalu lama.
“Saya berpikir, kok lama sekali ya, ada apa. Nah kemudian saya menanyakan kepada Pak Uki (Marzuki), Pak ini proyeknya jalan enggak? Belum, Bu,” kata Ituk.
Ituk kemudian menolak mengeluarkan uang muka Rp21 miliar kepada PT APP. Hal ini diakuinya karena progres awal pengerjaan proyek belum jelas, baik dari sisi administrasi maupun pelaksanaan.
Menurut dia, dalam kontrak perjanjian, PT AP II berhak membatalkan atau memutuskan perjanjian ini baik sebagian atau seluruhnya apabila terpenuhi salah satu keadaan.
“Kemudian pelaksana pekerjaan belum atau tidak memulai pelaksanaan pekerjaan setelah 14 hari kalender. Maksimalnya kan 25 Januari (sejak 11 Januari 2019) ya, bisa ditagihkan,” ungkap Ituk.