Perpu Cipta Kerja Disahkan, Amnesty Sebut DPR Tak Hargai Putusan MK dan Abaikan Aspirasi Rakyat
Perpu Cipta Kerja Disahkan, Amnesty Sebut DPR Tak Hargai Putusan MK dan Abaikan Aspirasi Rakyat
TEMPO.CO, Jakarta – Amnesty International Indonesia menilai keputusan DPR RI yang mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja menjadi undang-undang telah mengabaikan aspirasi rakyat dan tidak menghormati putusan Mahkamah Konstitusi.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena menyebut langkah DPR ini gegabah. Pasalnya, penerbitan Perpu Cipta Kerja oleh pemerintah pada dasarnya sudah bermasalah.
“Kami melihat penerbitan Perpu ini tidak mengandung unsur kedaruratan sebagaimana klaim pemerintah,” kata Wirya Adiwena dalam pernyataan resminya, Rabu, 22 Maret 2023.
Menurutnya, dengan penerbitan dan pengesahan Perpu Cipta Kerja menjadi undang-undang, Pemerintah dan DPR dapat dianggap tidak menghargai dan mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi pada November 2021. Apalagi, Perpu Cipta Kerja mendapatkan penolakan secara luas oleh berbagai kalangan masyarakat karena luasnya dampak Perpu ini terhadap berbagai lini kehidupan. Dalam situasi ini, Amnesty menilai DPR harusnya lebih berhati-hati dalam menyikapi Perpu Cipta Kerja dan tidak gegabah maupun terburu-buru dalam melakukan pengesahan.
“DPR sebagai wakil rakyat seharusnya mendengarkan aspirasi rakyat, bukan terang-terangan mengabaikannya,” tutur Wirya.
Perpu Ciptaker dinilai tak pertimbangkan aspirasi
Amnesty menuturkan penerbitan Perpu Cipta Kerja yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat jelas merenggut hak setiap orang untuk berpartisipasi dalam urusan publik, seperti yang telah tertulis dalam Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah disahkan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005.
Dalam Penjelasan Umum UU nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga ditegaskan proses pembentukan aturan perundang-undangan harus dilakukan dengan partisipasi bermakna, yang mensyaratkan adanya hak warga untuk didengarkan pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Sebelumnya DPR RI dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023 di Senayan pada Selasa, 21 Maret 2023, secara resmi menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Rapat ini dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.
Sebelum disahkan, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) M. Nurdin memaparkan proses pembicaraan tingkat I mengenai RUU Penetapan Perpu Ciptaker. Nurdin menjelaskan, Baleg telah menggelar rapat bersama pemerintah, membentuk panitia kerja (panja), hingga mendengarkan pendapat mini fraksi.
Hasilnya, kata dia, sebanyak 7 fraksi parlemen bersepakat hasil panja dibawa ke pembicaraan tingkat II untuk disahkan jadi Undang-Undang. Adapun sebanyak 2 fraksi parlemen, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak Perpu Ciptaker dibawa ke rapat paripurna.
“Tujuh fraksi menerima dan sepakat dibawa ke pembicaraan tingkat II. Adapun Demokrat dan PKS belum menerima hasil kerja panja,” kata Nurdin.
Gagasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja pertama kali dicetuskan Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden RI periode kedua pada 20 Oktober 2019. Kemudian, Pemerintah secara kilat menyusun RUU Cipta Kerja dan rampung pada 12 Februari 2020. RUU Cipta Kerja mulai dibahas oleh DPR pada 2 April 2020.
Walau mendapat berbagai penolakan dari kalangan buruh, mahasiswa dan masyarakat sipil karena dianggap mengandung banyak pasal yang berpotensi merugikan publik, pembahasan RUU Cipta Kerja tetap berlangsung dan disahkan sebagai UU pada 5 Oktober 2020.
Masyarakat dari berbagai elemen mulai dari serikat buruh dan pekerja, karyawan, akademisi, hingga pelajar dan mahasiswa menggugat UU itu ke MK. Pada sidang 25 November 2021, MK menyatakan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 itu inkonstitusional bersyarat.
MK menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak, dengan kata lain UU ini mengabaikan hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam urusan publik. MK lalu memberi waktu untuk pembuat undang-undang memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun setelah putusan dibacakan.
Setahun pascaputusan MK, pemerintah tiba-tiba menerbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Aturan itu diteken Presiden Jokowi pada 30 Desember 2022 dan akhirnya disahkan DPR menjadi undang-undang.