Pengamat Ini Sarankan KAMI Menjadi Parpol
JAKARTA – Kehadiran organisasi atau gerakan, seperti Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), di era demokrasi merupakan sesuatu yang biasa. Pengamat politik Idil Akbar mengatakan, yang harus dijelaskan apa yang ingin diselamatkan oleh KAMI.
Dia mempertanyakan apakah yang dimaksud itu adalah menyelamatkan nilai-nilai kebangsaan atau masalah kepemimpinan nasional saat ini. Pengamat politik Universitas Padjadjaran itu menilai, jika tujuannya yang kedua itu agak overlap.
“”Artinya, kekhawatiran munculnya organisasi ini ketika hanya mengkritik kepemimpinan nasional tidak berbeda dengan yang dilakukan selama ini. Lalu, mereka akhirnya tersudutkan pada anggapan orang-orang yang tidak bisa menerima kekalahan,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Senin (17/8/2020).
Sejumlah tokoh yang tergabung dalam KAMI, seperti Din Syamsuddin, Rocky Gerung, Said Didu, dan Ahmad Yani, selama ini getol mengkritik program dan kebijakan pemerintah. Upaya mereka menggaungkan menyelamatkan Indonesia butuh diskusi panjang. “Pembacaan terhadap orang-orang di dalamnya itu oposisi, mengkritisi pemerintahan, dan tidak suka dengan kepemimpinan nasional,” ucapnya.
Idil memprediksi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma;ruf Amin akan mendengar kritikan dari KAMI. Pemerintah tidak akan mentah-mentah menolak dan menganggap itu hanya suara-suara oposisi biasa saja.
Pemerintah tetap akan membuka ruang untuk dikritik dan mendapatkan masukan. Namun, semua itu belum tentu diikuti karena pemerintah tidak berdiri sendiri. Selain itu, pemerintah akan mempertimbangkan banyak hal dalam menjalankan program dan kebijakannya.
Idil tidak melihat KAMI akan menjadi gerakan yang besar. Ini akan kembali pada misi KAMI, apakah hanya ingin menjadi penyeimbang bagi pemerintah atau ada motif-motif politik dari orang-orang yang tergabung di dalamnya.
Jika motif kedua yang lebih kental, dia menyarankan KAMI menjadi partai politik. “Biar orang-orang di dalam situ sebagai pendiri KAMI atau apa namanya bergerak untuk memperjuangkan kepentingan politik di 2024. Itu jauh lebih relevan, bukan hanya sekadar menyampaikan lalu membuat kegaduhan-kegaduhan.”