Pengamat Imbau Program Makan Gratis Senilai Rp71 T Dikelola Kemenkes
Jakarta – Sejumlah pengamat ekonomi mengkritisi pembentukan Badan Gizi Nasional untuk menjalankan satu program unggulan Presiden Terpilih Prabowo, yakni makan bergizi gratis.
Mereka menilai tak perlu dibentuk baru untuk menjalankan satu program itu. Makan bergizi gratis dengan alokasi anggaran Rp71 triliun itu bisa ‘dititipkan’ ke instansi yang sudah ada, misalnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyebut sudah terlalu banyak badan atau instansi pemerintah. Makan gratis sebaiknya dicantolkan ke instansi eksisting. Kemenkes dinilai cocok mengemban amanah tersebut.
Eshter menekankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Badan Gizi harus benar-benar jelas. Andai punya banyak kesamaan dengan K/L lain, sebaiknya dilebur saja.
“Harus ada key performance indicator (KPI) untuk setiap dana yang dialokasikan,” ujarnya.
Direktur Next Policy Yusuf Wibisono melihat pembentukan Badan Gizi Nasional merupakan langkah yang tergesa-gesa. Hal ini juga sangat berlawanan dengan semangat reformasi birokrasi yang digaungkan pemerintah.
Seharusnya, kata Yusuf, pelaksanaan program makan bergizi gratis dapat dilakukan secara terintegrasi dalam format kabinet yang sudah ada, tanpa perlu membentuk lembaga baru.
“Pembentukan lembaga baru adalah mahal, menambah panjang rantai birokrasi, serta berpotensi menimbulkan inefisiensi dari rendahnya koordinasi antar-instansi dan lemahnya sinergi dengan program pemerintah yang telah ada,” kritik Yusuf.
Menurutnya, Kemenkes lebih berhak menerima kepercayaan tersebut. Ada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di Kemenkes yang menaungi Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Yusuf mencontohkan bagaimana peran Kemenkes dalam mengintervensi gizi masyarakat selama ini. Langkah tersebut juga dilakukan dengan semangat memerangi stunting, salah satu musuh utama Republik Indonesia.
“Dengan pelaksanaan program MBG dilakukan oleh Kemenkes maka anggaran Rp71 triliun dapat dikelola secara lebih efisien. Lebih jauh, anggaran MBG juga dapat disinergikan dengan anggaran penanggulangan stunting yang selama ini hanya kisaran Rp30 triliun,” tutur Yusuf.
“Dengan demikian, berbagai program intervensi gizi spesifik yang selama ini masih lemah dapat diperkuat secara tepat sasaran, seperti pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak di usia 1.000 hari pertama kehidupan,” sambungnya.
Badan Gizi Nasional yang baru dibentuk akan mengelola anggaran Rp71 triliun untuk program andalan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis yang dulunya makan siang gratis.
Pembentukan badan baru ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 yang diteken Presiden Joko Widodo. Beleid ini mulai berlaku pada 15 Agustus 2024. Jokowi pun melantik Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana di Istana Negara hari ini (19/8).
Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi S2 Entomologi itu mengungkap besaran anggaran Rp71 triliun hanya dikelola sendiri oleh Badan Gizi, tidak disebar ke kementerian/lembaga lain untuk penerapan program makan gratis.
“Iya (Rp71 triliun anggaran Badan Gizi). Enggak (dipecah ke K/L lain), Badan Gizi (mengelola sendiri),” kata Dadan usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (19/8).
“Menyangkut seluruhnya. Termasuk seluruhnya (gaji pegawai Badan Gizi),” tegasnya.
Mereka menilai tak perlu dibentuk baru untuk menjalankan satu program itu. Makan bergizi gratis dengan alokasi anggaran Rp71 triliun itu bisa ‘dititipkan’ ke instansi yang sudah ada, misalnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyebut sudah terlalu banyak badan atau instansi pemerintah. Makan gratis sebaiknya dicantolkan ke instansi eksisting. Kemenkes dinilai cocok mengemban amanah tersebut.
Eshter menekankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Badan Gizi harus benar-benar jelas. Andai punya banyak kesamaan dengan K/L lain, sebaiknya dilebur saja.
“Harus ada key performance indicator (KPI) untuk setiap dana yang dialokasikan,” ujarnya.
Direktur Next Policy Yusuf Wibisono melihat pembentukan Badan Gizi Nasional merupakan langkah yang tergesa-gesa. Hal ini juga sangat berlawanan dengan semangat reformasi birokrasi yang digaungkan pemerintah.
Seharusnya, kata Yusuf, pelaksanaan program makan bergizi gratis dapat dilakukan secara terintegrasi dalam format kabinet yang sudah ada, tanpa perlu membentuk lembaga baru.
“Pembentukan lembaga baru adalah mahal, menambah panjang rantai birokrasi, serta berpotensi menimbulkan inefisiensi dari rendahnya koordinasi antar-instansi dan lemahnya sinergi dengan program pemerintah yang telah ada,” kritik Yusuf.
Menurutnya, Kemenkes lebih berhak menerima kepercayaan tersebut. Ada Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat di Kemenkes yang menaungi Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Yusuf mencontohkan bagaimana peran Kemenkes dalam mengintervensi gizi masyarakat selama ini. Langkah tersebut juga dilakukan dengan semangat memerangi stunting, salah satu musuh utama Republik Indonesia.
“Dengan pelaksanaan program MBG dilakukan oleh Kemenkes maka anggaran Rp71 triliun dapat dikelola secara lebih efisien. Lebih jauh, anggaran MBG juga dapat disinergikan dengan anggaran penanggulangan stunting yang selama ini hanya kisaran Rp30 triliun,” tutur Yusuf.
“Dengan demikian, berbagai program intervensi gizi spesifik yang selama ini masih lemah dapat diperkuat secara tepat sasaran, seperti pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak di usia 1.000 hari pertama kehidupan,” sambungnya.
Badan Gizi Nasional yang baru dibentuk akan mengelola anggaran Rp71 triliun untuk program andalan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yakni makan bergizi gratis yang dulunya makan siang gratis.
Pembentukan badan baru ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 yang diteken Presiden Joko Widodo. Beleid ini mulai berlaku pada 15 Agustus 2024. Jokowi pun melantik Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana di Istana Negara hari ini (19/8).
Dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program studi S2 Entomologi itu mengungkap besaran anggaran Rp71 triliun hanya dikelola sendiri oleh Badan Gizi, tidak disebar ke kementerian/lembaga lain untuk penerapan program makan gratis.
“Iya (Rp71 triliun anggaran Badan Gizi). Enggak (dipecah ke K/L lain), Badan Gizi (mengelola sendiri),” kata Dadan usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (19/8).
“Menyangkut seluruhnya. Termasuk seluruhnya (gaji pegawai Badan Gizi),” tegasnya.