Pemerintah Disarankan Karantina WNI Eks ISIS di Aceh
JAKARTA – Direktur Eksekutif Indonesian Muslim Crisis Center, Robi Sugara menilai tidak mudah bagi pemerintah menolak atau menerima pada pemulangan WNI eks Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang sekarang ada di penampungan di salah satu wilayah Iraq dan Turki.
Kata Robi, sederhananya jika menolak ini akan berhadapan dengan persoalan HAM selain juga berhadapan dengan sejumlah kelompok masyarakat sipil yang konsen pada isu-isu HAM. Kemudian jika menerima, Indonesia belum memiliki kesiapan secara teknis meski sudah memiliki kelembagaan dan kelengkapan instrastruktur.
“Ini belum termasuk risiko dari kuatnya ideologi ISIS untuk dilakukan rehabilitasi dan deradikalisasi,” tutur Robi kepada SINDOnews, Jumat (7/2/2020).
Robi menjelaskan, ada dua tujuan besar dari WNI yang kemudian pergi bergabung dengan ISIS. Pertama kebencian kepada negara ini dengan didasari karena tidak menggunakan hukum Tuhan dalam pemerintahan.
“Untuk selanjutnya mereka mencari wilayah yang sedang menegakkan hukum Tuhan untuk selanjutnya mereka bergabung dan menjadi Foreign Fighters di sana. Orang yang memiliki tujuan ini tentu sangat berbahaya,” papar dia.
Tujuan kedua, lanjut dia, karena mereka menginginkan penerapan syariat Islam yang itu tidak ditemukan di negaranya. Maka mereka pergi ke tempat yang menurut mereka sedang menjalankan syariat Islam, tetapi mereka tidak memiliki tujuan untuk menjadi Foreign Fighters.
“Mereka hanya ingin menjadi warga biasa yang hidup di bawah naungan syariat Islam,” ucapnya.
Dengan demikian, Dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta itu menambahkan jika pemerintah punya kebijakan dalam menerima mereka pulang, tujuan kedua perlu dipertimbangkan untuk diterima kembali ke Indonesia.
“Cara penangananya bagaimana, saya kira bisa melibatkan Pemerintah Provinsi Aceh yang saat ini wilayahnya sedang menjalankan syariat Islam. Jadi kepulangan mereka bisa dilakukan karantinanya di wilayah Aceh,” pungkas dia.