MER-C: Dokter Tak Punya Hak Umumkan Hasil Swab Habib Rizieq Tanpa Izin Keluarga
JAKARTA – Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad menyatakan dokter atau rumah sakit tidak memiliki hak untuk menyampaikan kondisi kesehatan pasien kepada publik, termasuk hasil swab Habib Rizieq Shihab.
Menurutnya,Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab telah mempercayakan kepada MER-C untuk melakukan pemeriksaan dan pengawalan kesehatan, lembaganya mengirim HRS untuk beristirahat di RS. Namun kemudian mendapatkan perlakuan yang kurang beretika dan melanggar hak pasien dari Wali Kota Bogor Bima Arya dengan melakukan intervensi terhadap tim medis yang sedang bekerja, sehingga menganggu pasien yang sedang beristirahat.
Selain itu, lanjut Sarbini, Wali Kota Bogor juga tidak beretika dalam mempublikasi kondisi pasien kepada publik, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran dan keresahan bagi masyarakat.
Untuk itu, ia menyarankan, Wali Kota Bogor perlu belajar etika kedokteran tentang independensi tenaga medis dalam bekerja dan hak pasien untuk menerima atau menolak atas semua upaya pemeriksaan dan pengobatan yang akan diberikan tanpa ada intervensi atau tekanan pihak manapun. Jangankan dalam situasi normal, di daerah bencana dan peperangan saja wajib kita selaku tenaga medis tetap menjaga profesionalitas dan menghormati hak-hak pasien.
Menurut Sarbini, konsep kemanusiaan MER-C yang ‘Rahmatan Lil Alamin’, independen, menjaga netralitas, untuk menolong yang paling membutuhkan ‘The most vulnerable people & the most neglected people’ akibat kondisi peperangan, ketidakadilan, stigmatisasi, isolasi politik yang menimbulkan masalah kesehatan dan medis.
“MER-C menolong siapa saja tanpa membedakan latar belakang masalahnya. Sebut saja Panglima GAM, alm Ishak Daud, Komjen Polisi Susno Duadji, Ust Abu Bakar Baasyir, para terduga terorisme, dan sebagainya,” tutur Sarbini.
Dia menuturkan, masalah kesehatan di era pandemi sering menimbulkan polemik, akibat selalu dikaitkan dengan Covid-19. Sering terjadi perbedaan persepsi antara masyarakat dan tenaga kesehatan dalam menyikapi COVID-19. Stigmatisasi, kurangnya empati dan menghormati hak privasi pasien menimbulkan jurang yang cukup besar di antara masyarakat dan petugas pemerintah.”Oleh karena itu perlu kembali kepada profesionalitas dan etika dan hukum kedokteran dimana menjunjung tinggi hak-hak pasien,” katanya.
Dengan demikian, MER-C sebagai Tim Medis independen yang diminta keluarga untuk turut menangani kesehatan HRS dengan ini menyatakan:
1. Menyayangkan sikap Wali Kota Bogor yang melakukan intervensi dan tekanan kepada RS, Tim Medis dan pasien.
2. Saat ini semua pemeriksaan yang perlu dilakukan tengah berjalan dan pengobatan akan dijalankan sesuai dengan masalah kesehatan yang ditemukan;
3. Agar semua pihak tidak membuat kegaduhan, menjaga privasi pasien dan mempercayakan kepada tim medis yang menangani.
4. Perihal menyampaikan kondisi kesehatan adalah domain keluarga. Bahkan pihak RS/dokter yang merawat tidak memiliki hak untuk menyampaikan tanpa seizin keluarga.