Mengenal Kong Usman, Pejuang Kemerdekaan Asal Bekasi yang Kini Berusia Lebih dari Seabad
Pria yang kini berusia lebih dari satu abad itu merupakan veteran sekaligus murid langsung dari Pahlawan Nasional asal Bekasi, KH Noer Ali.
Meski berusia lebih dari satu abad, ingatan Engkong Usman masih kuat. Ia menceritakan sejumlah pertempuran yang pernah terjadi di Bekasi, di mana ia ikut berjuang.
Suaranya lantang dan khas, seperti gaya bicara orang Betawi pada umumnya.
Awal perjuangan Engkong Usman dimulai ketika ia bergabung dengan Seinendan, organisasi bentukan Jepang pada 1943.
Seinendan sendiri merupakan sebuah organisasi barisan pemuda yang dibentuk untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri.
“Jepang masuk, saya masih jadi Seinendan waktu itu. Seinendan tuh ibaratnya satpamnya Jepang,” cerita Engkong Usman di kursi rodanya.
Semasa menjadi anggota Seinendan, berperang adalah kegiatannya sehari-hari.
Ia bahkan bercerita, bahwa saat pertempuran terjadi di Kali Abang Bungur, temannya yang bernama Salam, tertembak di bagian punggung belakang sebelah kanan.
“Di Kali Abang Bungur, di belakangnya tuh kaya kali gitu, ditembak tuh si Salam sama Belanda,” kenang dia.
Tembakan itu pun menyebabkan Salam terpental hingga tercebur ke kali. Melihat temannya jatuh tertembak, secepat kilat Engkong Usman langsung ikut menyeburkan diri ke kali tersebut.
Meski saat itu banyak yang menganggap bahwa kali tempat Salam tercebur banyak dihuni oleh buaya, Engkong Usman tak gentar untuk menolong temannya.
“Turun itu saya (ke kali). Saya turun, saya naikin ininya (punggung belakang), kalau enggak ditolong mah mati. Saya juga takut, katanya di kali ada buayanya, saya turun, saya belain kawan saya, lantaran dia sudah naik, lah saya bawa ke belakang,” imbuh Engkong Usman.
Tak hanya kawannya Salam, Engkong Usman juga bercerita bahwa dirinya pernah merasakan diterjang peluru.
Ceritanya bukan hanya bualan belaka. Sarung yang ia kenakan langsung ia singkap. Luka tembakan yang kini ia bawa sepanjang hayatnya langsung ditunjukkan.
“Ini bokong saya nih, ini ada bekas (tembakan) masih ada. Lagi berjuang main tembak-tembakan,” kata Usman sambil menunjukkan bekas lukanya.
Bukannya langsung meminta perawatan, saat terkena tembakan, Engkong Usman tetap melanjutkan perjuangan melawan penjajah.
“Terus pas ketembak enggak berasa itu, enggak berasa perih, terus ngelawan saya,” ujar dia.
Engkong Usman juga menceritakan bahwa ia bersama kelompoknya juga pernah terkepung oleh musuh.
Namun, menurut Engkong Usman, menyerah bukanlah sifat prajurit. Ia memilih berjuang dan melawan meski nyawa menjadi taruhannya.
Setelah Indonesia merdeka, Engkong Usman memilih untuk menjadi warga sipil dan tidak masuk ke dalam angkatan bersenjata.
Ia pun tidak masuk ke dalam catatan veteran Indonesia.
Di usia senjanya, kini aktivitas sehari-hari Engkong Usman hanya diisi dengan beribadah dari atas kursi roda miliknya.