JAKARTA –
Solus populi suprema lex, hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat. Hal ini pula yang ditegaskan Presiden Joko Widodo dalam arahannya mengenai penanganan
Covid-19 beberapa waktu lalu. Sesuai dengan arahan tersebut, keselamatan rakyat menjadi sebuah keniscayaan, terlebih di tengah pandemi sekarang ini.
Karena Covid-19 sudah berdampak luar biasa terhadap keselamatan rakyat atau masyarakat luas, tentulah tak cukup jika penanganan yang dilakukan hanya mengandalkan otoritas dalam hal ini pemerintah. Bahkan, meski pemerintah bersama stakeholder terkhusus tim medis telah melakukan upaya luar biasa menyelamatkan masyarakat dari bahaya Covid-19, tetap saja masyarakat yang menjadi kunci atau benteng terdepan keberhasilan penanganan.
“”Dokter tidak boleh menjadi ujung tombak. Dokter harus menjadi benteng terakhir. Siapa yang menjadi ujung tombak (penanganan Covid-19)? Kita semua (masyarakat),” tegas Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Doni Monardo dalam keterangannya kepada media kemarin.
Upaya penyelamatan ini bukan tanpa alasan. Masih meningkatnya jumlah pasien Covid-19 yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit juga menjadi ancaman serius bagi para tenaga medis. Sebagaimana diketahui, jumlah tenaga medis terbatas dan sudah banyak yang gugur akibat Covid-19. “Angka pasien meningkat di rumah sakit, maka akan bisa mengakibatkan angka kematian dokter yang lebih tinggi,” papar Doni.
Doni juga mengingatkan, agar kasus Covid-19 bisa cepat ditangani, 3T yakni tracing (pelacakan), testing (pengecekan), dan treatment (perawatan) harus dilakukan dengan masif. Karena apabila testing dan tracing terlambat dilakukan akan timbul kerugian yang lebih besar lagi. “Kerugian tersebut tidak hanya dihitung dari sisi keselamatan jiwa manusia, tetapi juga keuangan negara yang kemudian dipakai untuk penanganan lebih lanjut bagi mereka yang terlambat mendapatkan pemeriksaan,” ujar Doni.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19Prof Wiku meminta masyarakat untuk bisa membantu petugas kesehatan di lapangan yang melakukan penanganan Covid-19, salah satunya dengan memberikan akses seluas-luasnya kepda petugas dalam menjalankan tugasnya.Tindakan menghalang-halangi akan menghambat upaya penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Di berbagai daerah, seperti DKI Jakarta, terdapat sanksi yang akan dijatuhkan,” ujarnya saat menjawab pertanyaan media dalam agenda keterangan pers di Kantor Presiden yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (26/11).
Masyarakat perlu mengetahui bahwa pemeriksaan yang dilakukan petugas kesehatan adalah upaya deteksi dini agar masyarakat dan kontak terdekatnya yang positif Covid-19 dapat segera ditangani dengan baik. Selain itu Satgas juga berkomitmen untuk dapat memetakan kluster yang muncul akibat kegiatan yang mengundang kerumunan. Misalnya kerumunan yang baru-baru ini terjadi di wilayah Petamburan, Tebet, Megamendung, dan Bandara Soekarno-Hatta yang melibatkan massa dalam jumlah besar.
Sebelumnya kerumunan massa yang cenderung mengabaikan protokol kesehatan juga terjadi di sejumlah kegiatan besar hingga memunculkan kluster Covid-19. Kluster itu antara lain kluster Sidang GPIB Sinode yang berawal dari kegiatan agama yang dilakukan di Bogor, Jawa Barat, dengan 685 peserta. Berikutnya kluster kegiatan bisnis tanpa riba di Bogor, kluster Gereja Bethel Lembang di Jawa Barat, kluster Ijtima Ulama di Gowa Sulawesi Selatan, dan kluster Pondok Pesantren Temboro di Jawa Timur.
“Kemungkinan ada hubungan dua arah antara kerumunan dan penyebaran penyakit menular dan ini penting untuk menjadi perhatian publik bahwa kondisi kerumunan itu harus dihindari,” tegas Wiku.