Lindungi ABK Indonesia, Menaker Tegaskan RPP Awak Kapal Dipercepat
JAKARTA – Pemerintah menyatakan tengah mempercepat penyusunan peraturan untuk melindungi pekerja migran Indonesia (PMI). Aturan itu sekaligus untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih kewenangan antar kementerian dalam melindungi pekerja migran.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan masih dalam tahap finalisasi. Payung hukum itu merupakan turunan dari UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.an Perhubungan dan Kementerian Ketenagakerjaan.
RPP untuk awak kapal itu, kata Ida, bertujuan menghindari tumpang tindih rekrutmen pekerja migran Indonesia (PMI) di atas kapal berbendera asing. Secara khusus menyangkut kewenangan Kementeri
“Ini masih harmonisasi selesai, tinggal prosesnya. Kalau selama ini proses izinnya melalui Kementerian Perhubungan dan ada tumpang tindih dengan Kementerian Ketenagakerjaan, maka melalui RPP yang finalnya akan segera terjadi dapat mengakhiri tumpang tindih pengaturannya,” jelas Ida dalam seminar daring, Kamis (16/7/2020).
Terkait perlindungan terhadap pekerja di yang menjadi ABK atau nelayan, Ida menyatakan, selama ini jangkauan pengawasan terhadap PMI di kapal berbendera asing masih lemah. Sebab, selama ini muncul anggapan PMI hanya di darat, belum menyangkut laut sehingga tidak masuk dalam ranah perlindungan yang diatur regulasi pekerja migran.
Menurut dia, PMI tidak hanya basisnya di darat tetapi juga di laut. Dengan adanya UU 18/2017 tersebut, perlindungan terhadap PMI yang bekerja di laut akan mendapatkan perlindungan pengawas ketenagakerjaan. Bentuk perlindungan sosial itu antara lain ikut serta dalam jaminan perlindungan sosial yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
“Dengan adanya undang-undang UU 18/2017 dan kemudian diperintahkan dalam peraturan pemerintah itu akan menghindarkan dari tumpang tindih pengaturan, sehingga pengawasan bisa dilakukan lebih efektif lagi,” tukasnya.
Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyatakan, DPR sudah mendesak pemerintah untuk segera mempercepat penyusunan RPP tersebut. Desakan itu juga sudah dilakukan sejak Februari lalu.
“Memang ada deharmonisasi, tumpang tindih antar kementerian. Selama ini penempatan tenaga kerja tangkap ikan itu masih mengurus pada Kementerian Perhubungan. Kebetulan, pemerintah akan mempercepat proses merampungkan,” ujar Rahmad.
Ia menilai, adanya RPP tersebut akan menambah keyakinan pekerja tangkap sehingga tidak ragu lagi untuk bekerja di atas kapal. Bahkan, norma itu akan memperkuat perlindungan terhadap para nelayan, termasuk pekerja migran.