Lihat Penampakan Barang Bukti Uang Rp5,1 Triliun Hasil Korupsi, Bertumpuk andamp Dijaga Aparat Bersenjata
Berikut penampakan uang tunai senilai Rp5,1 triliun yang merupakan barang bukti uang korupsi terbesar di Indonesia dengan tersangka Surya Darmadi (SD) yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan Agung memperlihatkan tumpukan barang bukti uang yang disita.
barang bukti uang senilai Rp5,1 triliun tersebut berbentuk dolar AS senilai US$11.400.814 dan berbentuk dolar Singapura senilai Sin$646
Kejaksaan Agung memamerkan barang bukti berupa uang tunai rupiah senilai Rp 5,1 triliun, uang berbentuk dolar AS senilai US$11.400.814 dan berbentuk dolar Singapura senilai Sin$646 dalam perkara dugaan korupsi penyerobotan lahan sawit dengan tersangka Surya Darmadi (SD).
Tumpukan uang itu dibungkus dengan plastik transparan.
Barang bukti uang ini kemudian ditumpuk hingga 14 tumpuk. Tumpukan uang triliunan rupiah itu dijaga oleh dua personel pengamanan berseragam Kejagung.
Setelah konferensi pers, uang-uang itu kemudian dimasukkan ke dalam mobil khusus untuk disetor ke bank.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana mengatakan barang bukti uang itu dititipkan ke Bank Mandiri dan beberapa bank milik pemerintah lainnya.
“Uang sitaan yang diserahkan dari Jampidsus berjumlah Rp5,1 triliun. Itu dalam rupiah. Lalu 11 juta dalam bentuk uang dollar Amerika. Lalu ditambah 646 dolar Singapura,” kata Ketut.
Kejagung saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan sawit di Riau yang merugikan negara hingga puluhan triliun yang menjadi kasus korupsi ini disebut terbesar di Indonesia.
Bahkan menurut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, kerugian negara dari kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan sawit Surya Darmadi (SD) ini mencapai Rp104 triliun.
Jumlah itu merupakan penjumlahan dari kerugian keuangan negara sekitar Rp 4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 99,2 triliun.
Menurut perhitungan terkini dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara yaitu sebesar Rp4,9 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp99,2 triliun.
“Awalnya kan Rp78 triliun. Namun dari hasil perhitungan kepada penyidik dari BPKP itu kerugian negara senilai Rp4,9 triliun untuk keuangan. Kemudian untuk kerugian perekonomian negara senilai Rp99,2 triliun. Sehingga nilai ini ada perubahan, dari awal penyidik Rp78 triliun,” kata Febrie.
Febrie menjelaskan Kejagung tak hanya memakai instrumen kerugian keuangan negara saja dalam menyelidiki kasus ini.
Namun, juga membuktikan dengan indikator kerugian perekonomian negara.
“Karena cakupannya lebih luas, bahwa yang jadi kerugian negara dihitung semua jadi nilainya besar,” ucapnya.
Deputi BPKP bidang investigasi Agustina Arumsari mengatakan kerugian keuangan negara dari kasus ini karena adanya berbagai penyimpangan, seperti penyimpangan alih fungsi kawasan hutan hingga adanya suap pada para pihak tertentu.
Ia menuturkan penyimpangan menimbulkan dampak tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan.
“Kita hitung dengan jumlah kerugian keuangan negara USD 7,8 juta atau Rp114 miliar.
Ada provisi sumber daya hutan, ada fakta-fakta kerusakan hutan, ada biaya kerusakan lingkungan sehingga dijumlah Rp4,9 triliun,” tuturnya.
Di samping berdampak pada kerugian negara, kasus ini juga berdampak pada kerugian perekonomian negara.
Ia mengatakan BPKP berkolaborasi dengan para ahli, seperti ahli lingkungan hidup dan ekonom untuk menghitung kerugian negara atas kasus ini. “Kerugian perekonomian negara itu di Rp99,2 triliun,” kata Agustina.
Surya Darmadi diproses hukum Kejagung karena diduga telah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman. Surya Darmadi selaku Pemilik PT Duta Palma Group (di antaranya PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani) dituduh melakukan kesepakatan dengan Thamris Rachman selaku Bupati Indragiri Hulu (Periode 1999-2008) untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan HGU kepada perusahaan-perusahaan Surya Darmadi di Kabupaten Indragiri Hulu.
Perizinan itu berada di lahan kawasan hutan, yakni di hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hutan penggunaan lainnya (HPL), ataupun hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Indragiri Hulu.
Namun, kelengkapan perizinan lokasi dan usaha perkebunan dibuat secara melawan hukum tanpa adanya izin prinsip dengan tujuan agar izin pelepasan kawasan hutan bisa diperoleh.
Kejagung menyebut PT Duta Palma Group diduga tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan atau HGU hingga saat ini.
Tak hanya itu, PT Duta Palma Group diduga Kejagung juga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total luas area kebun yang dikelola.
Perbuatan itu diduga mengakibatkan kerugian perekonomian negara.
Kejagung menyebutkan perbuatan tersebut diduga mengakibatkan hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu untuk memperoleh mata pencaharian dari hasil hutan tersebut.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kemudian menjelaskan soal dugaan kerugian negara dalam kasus ini. Dia menyebut dugaan korupsi ini merugikan negara Rp 78 triliun.
Kasus ini pun menjadi kasus dugaan korupsi dengan kerugian negara tertinggi. “Menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berdasarkan hasil perhitungan ahli dengan estimasi kerugian sebesar Rp 78 triliun,” kata Burhanuddin.
Selain itu, Surya juga dijerat dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam perkembangan proses penyidikan, Kejagung juga menetapkan pengacara PT Palma Satu berinisial DFS sebagai tersangka kasus dugaan merintangi penyidikan.